Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) telah memiliki manajemen yang lengkap setelah sebelumnya dilakukan perombakan direksi mulai dari Direktur Utama hingga jajaran direksi lainnya.
Lalu apa misi kerja para direksi dalam waktu dekat dan jangka panjang?
Kementerian BUMN menyebutkan ada beberapa tantangan yang harus segera diselesaikan Pertamina.
Advertisement
Baca Juga
"Pertama, implementasi B20. Ini harus dilakukan secara masif dan efisien. Semua SPBU harus segera bisa menyalurkan B20," kata Deputi Usaha Pertambangan, Industri Startegis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Jumat (14/9/2018).
Kedua, mengurangi impor BBM. Memang, selama ini impor BBM Pertamina menjadi salah satu penyumbang kebutuhan dolar AS paling besar. Jika impor ini dikurangi jelas akan membantu daya tahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Caranya bagaimana? Bangun kilang. Sehingga kita bisa kurangi impor BBM yang sudah jadi, sehingga impor crude saja. Ini akan lebih murah. Selain itu juga tingkatkan produksi," paparnya.
Dengan masukknya Pahala N Mansury sebagai Direktur Keuangan Pertamina, Harry yakin tantangan yang diberikan itu dapat diatasi.
Hanya saja, dia juga memastikan bahwa laba Pertamina tahun ini akan merosot.
"Ya karena harga minyak dunia naik, dolar AS kuat, sementara Pertamina tidak bisa begitu saja naikkan BBM, paling dia bisa mainin di BBM yang non sibsidi," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bongkar Pasang Direksi Pertamina Bisa Mengganggu Ketahanan Energi
Sebelumnya, Direktur Eksekutif I‎ndonesia Resources Studies (IRRES) Marwan Batubara mengatakan, bongkar pasang Direksi Pertamina akan berdampak pada keberlanjutan visi yang telah dibuat direksi sebelumnya yang tidak diteruskan atau diubah direksi baru.
BACA JUGA
"Keberlanjutan visi direksi sebelumnya dan yang baru," kata Marwan, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta pada Kamis 13 September 2018.
Menurut Marwan, Pertamina merupakan perusahaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu menjaga ketahanan energi. Jika visi yang telah dibuat direksi sebelumnya ‎tidak diteruskan maka perusahaan yang akan jadi korban karena bongkar pasang direksi akan mengganggu keberlangsungan perusahaan.
Kemudia ini dikhawatirkan akan berujung pada ketahanan energi yang sudah dirancang akan terganggu.
"Kalau tidak sama, perusahaan jadi korban. Intinya ini perusahaan menyangkut hajat hidup orang banyak kepentingan harus dijaga, ketahanan energi harus dijaga. Bagaimana mau bertahan kalau direksinya diganti, itu ketahanan energi terancam," tutur dia.
Marwan mencontohkan, terganggunya ketahanan energi telihat pada pembangunan fasilitas pengolahan minyak (kilang) yang digalakan direksi terdahulu di awal pemerintahan kabinet kerja, saat ini melambat kemajuan pembangunannya.
‎Dia pun menyarankan, meski direksi mengalami bongkar pasang, tetapi visi dan kebijakan yang telah dicanangkan direksi tahun pertama untuk lima tahun seharusnya tetap dijalankan.
"Yang penting dari visi, kebijakan kemudian ke program visi yang dibuat direksi tahun pertama untuk lima tahun. Begitu baru jalan," tandasnya.
Advertisement