Sukses

Rupiah Sudah Melemah 8 Persen Hingga Hari Ini

Pelemahan rupiah juga dikatakan sebagai imbas dari banyaknya defisit yang saat ini tengah dialami Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan depresiasi atau pelemahan rupiah terhadap Dolar AS dari awal tahun atau secara year to date (ytd) mencapai 8 persen.

Hal itu dia kemukakan di hadapan ratusan pengusaha yang mengikuti Seminar Nasional bertajuk Peran Serta Dunia Usaha Dalam Membangun Sistem Perpajakan dan Moneter Yang Adil, Transparan dan Akuntabel di Grand Ballroom Kempinsky, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018). "Sampai hari ini depresiasi 7,5 - 8 persen," kata Dody.

Dody mengungkapkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa Rupiah masih belum stabil.

"Ini gambaran Rupiah masih belum stabil, dalam dua minggu terakhir pelemahan cukup besar," ujar dia.

Pelemahan rupiah dikatakan sebagai imbas dari banyaknya defisit yang saat ini tengah dialami Indonesia. Mulai dari defisit neraca perdagangan hingga defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD).

Dody mengungkapkan, BI selaku otoritas moneter sudah melakukan tugasnya dengan baik. Langkahnya antara lain dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 125 basis poin (bps) dalam kurun waktu 4 bulan terakhir ini. BI juga melakukan intervensi besar-besaran.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, Dody menegaskan depresiasi rupiah bisa melebihi dari besaran saat ini.

"Intervensi valas (valuta asing) besar. Januari sampai akhir bulan 8 persen depresiasi, kombinasi itu, kalau gak ada, depresiasi bisa sampai 15 persen. Kalau gak ada kenaikan suku bunga, depresiasi juga besar," ungkap dia.

Untuk jangka panjang, Dody berharap ekspor bisa ditingkatkan supaya membantu daya tahan Rupiah di kemudian hari.

"Jangka menengah dan panjang, ekspor dorong, impor subtitusi dan masuk ke arah pariwisata," dia menandaskan.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Pengusaha Nasional Deklarasikan 5 Komitmen Perkuat Rupiah

Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia  (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyerukan dukungan dunia usaha terhadap Penguatan rupiah dan Ekonomi Indonesia.

Dukungan tersebut diserukan dalam sebuah acara Seminar Nasional bertajuk Peran Serta Dunia Usaha Dalam Membangun Sistem Perpajakan dan Moneter Yang Adil, Transparan dan Akuntabel dilangsungkan di Grand Ballroom Kempinsky, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).

Seminar yang dihadiri lebih dari 1.200 pengusaha ini juga menghadirkan beberapa pejabat diantaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi serta Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahazil Nazara.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, Indonesia sedang menghadapi tekanan dinamika ekonomi global. Para pengusaha yang tergabung dalam Apindo dan Kadin deklarasikan gerakan penguatan ekonomi Indonesia.

"Apindo dan Kadin menyerukan pernyataan dukungan dunia usaha untuk penguatan rupiah dan ekonomi Indonesia," kata dia.

Adapun langkah-Iangkah atau aksi mendukung pemerintah memperkuat ekonomi dan rupiah melalui:

1. Membatasi penggunaan transaksi valuta asing, hanya digunakan untuk tujuan yang benar-benar penting saja.

2. Mengutamakan pemasok dalam negeri dalam rantai bisnis.

3. Meningkatkan ekspor dan mencari peluang pasar non tradisional luar negeri.

4. Menyusun rancangan investasi dalam bentuk rupiah termasuk pinjamam dalam bentuk rupiah.

5. Maksimalisasi tenaga kerja dan ahli lokal, dan konversi upah tenaga asing ke rupiah dengan nilai yang tetap.

"Apindo dan Kadin meyakini bahwa langkah-langkah aksi ini bisa dilakukan kolektif para pengusaha sehingga mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan penguatan nilai tukar rupiah," ujarnya.

Kendati demikian dia menegaskan perlunya penyusunan kebijakan pajak yang Iebih konstrukif mendorong semangat tumbuhnya investasi bukan yang mengancam dan menakut-nakuti dunia usaha.

"Selain kebijakan pajak, kita juga memerlukan inovasi sistem cukai yang Iebih stimulasi positif bagi kategori industri yang memerlukan bahan baku import, yang belum dapat diproduksi di dalam negeri," dia menandaskan.

Â