Sukses

Perang Dagang Kembali Tekan Harga Minyak

Di awal perdagangan harga minyak sempat naik karena rencana pemberian sanksi kepada Iran yang dikhawatirkan akan mengurangi pasokan minyak di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak harus mengalami tekanan pada penutupan perdagangan Jumat meskipun di awal perdagangan sempat reli. Rencana pengenaan tarif tambahan AS kepada China menjadi salah satu sentimen yang menjadi beban harga minyak.

Mengutip Reuters, Sabtu (15/9/2018), di awal perdagangan harga minyak naik dipicu rencana Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo untuk memberikan konferensi pers tentang sanksi baru terhadap Iran.

"Ini meningkatkan kemungkinan bahwa akan ada lebih sedikit minyak yang keluar dari sana," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.

Namun, kenaikan harga tersebut langsung tertahan karena adanya laporan mengenai rencana Presiden AS Donald Trump yang menginstruksikan kepada seluruh pembantunya untuk melanjutkan pengenaan tarif kepada produk-produk China dengan nilai mencapai USD 200 miliar.

Pada pukul 11.00 siang waktu New York, harga minyak metah Brent naik lebih dari USD 1 per barel. Namun kemudian setelah adanya laporan mengenai perang tarif tersebut, harga minyak jatuh 4 sen menjadi USD 78,12 per barel.

Harga minyak yang menjadi patokan harga dunia ini pada Kamis juga mengalami tekanan dan jatuh lebih dari 2 persen setelah sehari sebelumnya mencetak angka tertinggi sejak 22 mei di USD 80,13 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak AS atau West Texas Intermediate (WTI) naik 29 sen menjadi USD 68,88 per barel setelah turun 2,5 persen pada perdagangan Kamis.

Setelah seminggu mengalami volatilitas yang tinggi, harga minyak Brent mengalami kenaikan mingguan 1,6 persen dan WTI 1,6 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Susut Dua Persen

Pada perdagangan Kamis, harga minyak turun lebih dari dua persen dengan harga minyak Brent susut dari level tertinggi dalam empat bulan.

Hal ini didorong investor fokus dengan risiko krisis negara berkembang. Ditambah sengketa perdagangan dapat menekan permintaan bahkan ketika pasokan mengencang.

The International Energy Agency memperingatkan meski pasar minyak mengetat dan permintaan minyak dunia akan capai 100 juta barel per hari dalam tiga bulan mendatang, risiko ekonomi global memuncak.

"Ketika memasuki 2019, kemungkinan risiko yang kami prediksikan datang dari ekonomi negara berkembang, sebagian besar karena depresiasi mata uang terhadap dolar AS. Hal itu dapat meningkatkan biaya impor energi," seperti dikutip dari badan internasional energi tersebut, seperti dikutip dari laman Reuters.

Selain itu, risiko dari ketegangan perang dagang juga pengaruhi harga minyak. Adapun harga minyak dunia Brent turun USD 1,56 atau dua persen ke posisi USD 78,18 per barel. Harga minyak acuan tersebut sentuh posisi level tertinggi pada Rabu pekan ini di posisi USD 80,13, yang merupakan level tertinggi sejak 22 Mei.

Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) merosot USD 1,78 atau 2,5 persen ke posisi USD 68,59 per barel. Kedua harga minyak acuan itu membukukan kenaikan terbesar dalam satu hari.

"Harga tergelincir di awal sesi seiring investor fokus pada laporan the IEA," ujar Direktur Mizuho, Bob Yawger.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.