Sukses

Neraca Perdagangan Defisit karena Migas, Ini Penjelasannya

Untuk menekan impor migas, Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan kewajiban pembelian minyak bagian kontraktor oleh PT Pertamina (Persero).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan neraca perdagangan Agustus 2018 mengalami defisit USD 1,02 miliar. Hal tersebut dipicu defisit sektor minyak dan gas bumi (migas).

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, ekspor migas menurun karena produksi migas Indonesia mengalami penurunan. Dia menyebutkan salah satu blok migas yang mengalami penurunan produksi adalah Mahakam.

"Ekspor turun iya, karena ada blok yang milik asing Total Mahakam jadi Pertamina. Kedua adanya penurunan produksi 30 ribu barel per hari," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (18/9/2018).

Seharusnya penurunan ekspor migas juga diikuti dengan penurunan impor migas. Namun, karena kenaikan kegiatan perekonomian yang memicu peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi tersebut membuat impor BBM naik untuk memenuhi kebutuhan.

"Apakah impor turun, harusnya juga, tapi naik ada dua hal, kegiatan ekonomi naik. Impor BBM oleh karena itu naik," jelasnya.

Arcandra mengungkapkan, untuk menekan impor migas, Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan, kewajiban pembelian minyak bagian kontraktor oleh PT Pertamina (Persero).

Adapun potensi minyak bagian kontraktor bisa dibeli Pertamina mencapai 225 ribu barel per hari (bph) sampai 235 ribu bph.

Minyak tersebut kemudian diolah di fasilitas pengolahan minyak (kilang) dalam negeri untuk diubah menjadi BBM, sehingga akan menurunkan impor BBM.

"Ini potensi yang akan dibeli oleh Pertamina atau kilang lokal untuk diolah dalam negeri. Kira kira untuk perbaiki neraca kita,"tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sektor Migas Jadi Penyebab Defisit Neraca Perdagangan RI

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan sebesar USD 1,02 miliar pada Agustus 2018.

Kepala BPS, Suharyanto mengatakan, meski masih mengalami defisit tetapi angkanya menurun dibanding Juli 2018.

"Jauh lebih kecil dibanding bulan lalu USD 2 miliar, sekarang hanya USD 1 miliar separuhnya. Tentunya kita berharap gak mengalami defisit tetapi kembali mengalami surplus," kata Suharyanto di kantornya, Senin (17/9/2018). 

Dia mengungkapkan, ekspor sebetulnya sudah tumbuh. Namun, sayangnya laju impor masih lebih deras. "Ekspor masih tumbuh tapi impornya tumbuh jauh lebih tinggi," ujar dia.

Selain itu, defisit juga diakibatkan oleh membengkaknya impor sektor migas. Padahal, sektor non migas sudah mengalami surplus.

"Penyebab defisit itu terjadi karena adanya defisit di migas sebesar USD 1,6 juta tetapi di non migas sebetulnya surplus,” kata dia.

Nonmigas surplus USD 639 juta. Namun angka tersebut tidak dapat menambal defisit yang terjadi di migas.

"Surplus non migas USD 639 juta tetapi karena ada defisit di migas USD 1,6 juta sehingga kita mengalami defisit USD 1,02 miliar,” kata Suhariyanto.