Sukses

Setelah Krisis Finansial, Gaji Pegawai Wall Street Melonjak

Gaji pegawai Wall Street terus meningkat sejak krisis finansial 2008.

Liputan6.com, New York City - Total gaji di Wall Street tercatat terus melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, gaji di sana mencapai perolehan tertinggi sejak krisis 2008.

Dilansir dari CNBC, Selasa (18/9/2018) laporan gaji itu pertama kali diterbitkan oleh Thomas diNapoli, Comptroller di negara bagian New York. Rata-rata gaji di Wall Street naik 13 persen menjadi USD 422.500 (Rp 6,3 triliun) pada 2017 lalu.

"Wall Street selalu untung tiap tahunnya sejak akhir resesi 2009, dan kompensansi tahun sebelumnya tertinggi sejak krisis finansial," ujar diNapoli.

Dia menambahkan, tahun berikutnya juga akan menjadi tahun yang menguntungkan.

"Apapun yang kamu rasakan tentang Wall Street, positif atau negatif, ketika kami mendapat keuntungan yang bagus, itu jelas sekali positif," ujarnya.

Secara keseluruhan, Wall Street mencatat keuntungan sebesar USD 24,5 miliar (Rp 365,6 triliun) sebelum pajak pada 2017. Angka itu naik 42 persen dari 2016. Selanjutnya, pendapatan di paruh pertama 2018 sejumlah USD 13,7 miliar (Rp 204,4 triliun), atau naik 11 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Kondisi industri sekuritas di Wall Street belum seoptimal kala sebelum krisis finansial, diNapoli mencatat dulu ada lebih dari 200 firma pengoperasian pialang di New York Stock Exchange. Sekarang hanya ada 120.

Ada hampir 200 ribu orang di New York yang bekerja di industri ini, lebih banyak dari negara bagian lain. Dalam segi pajak, industri ini menyumbangkan 20 persen total pajak di New York.

2 dari 2 halaman

Wall Street Terpuruk Jelang Trump Umumkan Tarif Impor Baru bagi China

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street melemah pada penutupan perdagangan hari Senin (Selasa pagi WIB) menjelang pengumuman kenaikan tarif barang impor barang China senilai USD 200 miliar oleh Presiden AS Donald Trump.

Saham konsumen discretionary dan teknologi mencetak penurunan terbesar karena investor terus berhitung mengenai dampak dari penerapan kebijakan yang diambil Trump tersebut,

Dilansir dari Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average turun 92,55 poin atau 0,35 persen menjadi 26.062,12, indeks S&P 500 kehilangan 16,18 poin atau 0,56 persen menjadi 2.888,8 dan Nasdaq Composite turun 114,25 poin atau 1,43 persen menjadi 7.895,79. Ketiga indeks utama AS ditutup melemah, dengan indeks Nasdaq terbesar sejak akhir Juli.

Wall Street memperpanjang kerugiannya menjelang pengumuman tarif setelah Trump menegaskan keyakinannya bahwa defisit perdagangan Amerika Serikat dengan China terlalu besar. "Dan kita tidak bisa melakukan itu lagi," ungkapnya.

Barang-barang asal China yang akan dikenakan tarif impor tambahan di antaranya adalah produk-produk teknologi dan elektronik, papan sirkuit, dan barang-barang konsumer, seperti makanan laut, mebel, produk lampu, ban, bahan-bahan kimia, plastik, sepeda, dan jok mobil khusus untuk bayi.

Sebelumnya, China bersumpah tidak akan tinggal diam menghadapi perselisihan perdagangan yang terus meningkat, menambah semakin panasnya tensi perang dagang antara dua negara.

"Ini adalah yang keenam atau ketujuh kalinya kami berbicara tentang putaran tarif khusus ini," kata Paul Nolte, Manajer Portofolio Kingsview Asset Management di Chicago. "Trump merasa nyaman menaikkan tarif, dia yakin dia menang."

Saham konsumen discretionary dan teknologi menjadi kontributor penurunan terbesar pada S&P 500, yaitu turun masing-masing sebesar 1,3 persen dan 1,4 persen.

Saham Amazon.com (AMZN.O) memimpin penurunan di sektor saham konsumen sebesar 3,2 persen. Apple Inc (AAPL.O) mengatakan langkah-langkah yang diambil Trump bisa berimbas lebih luas lagi ke produk-produknya. Saham perusahan pembuat iPhone ini turun 2,7 persen, memberikan tekanan terbesar terhadap Dow Jones.

Momentum saham raksasa teknologi yang tergabung dalam FAANG termasuk Netflix (NFLX.O), Facebook (FB.O) dan Google-parent Alphabet (GOOGL.O) ditutup turun antara 1,0 persen dan 3,9 persen.