Sukses

Produk Ini Bisa Jadi Andalan Ekspor RI di Tengah Perang Dagang AS-China

Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China bisa membawa dampak positif bagi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China bisa membawa dampak positif bagi Indonesia. Hal itu lantaran Indonesia bisa memanfaatkan perang dagang ini untuk menggenjot ekspor produk ke dua negara tersebut.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag), Karyanto Suprih mengatakan, bagi Indonesia, China dan AS merupakan negara tujuan ekspor nomor 1 dan nomor 2. Namun bagi China, Indonesia merupakan eksportir ke-16 dengan nilai USD 28,5 miliar. Adapun bagi AS, Indonesia menempati urutan ke-19 sebagai negara eksportir dengan nilai USD 1,12 miliar.

"Kita harus siap mengambil peluang meningkatkan penetrasi ekspor di kedua negara tersebut," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Karyanto menuturkan, komoditas Indonesia yang berpotensi untuk terus digenjot ekspornya ke AS dan China antara lain produk perikanan, minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, serta buah-buahan. 

"Untuk palm oil, dengan terhambatnya ekspor dari AS ke China, Indonesia berpeluang meningkatkan ekspor biodiesel ke China. Produk tekstil juga berpeluang terutama ke AS. Sudah saatnya secara optimal memanfaatkan kesepakatan dagang ASEAN-US dan China. Tapi produk kita harus siap dengan standar dan mutu yang diminta kedua negara," kata dia.

Namun selain memanfaatkan peluang ekspor, kata Karyanto, Indonesia juga tetap harus mewaspadai serbuan produk-produk AS dan China. Sebab, dengan perang dagang ini, secara otomatis AS dan China akan mencari pasar baru ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.

"Indonesia juga harus waspada potensi turunnya permintaan produk dan turunnya harga produk, misal karet yang banyak diekspor ke China dan AS,” kata dia.

Oleh karena itu, perlu ditingkatkan ke produk lainnya. Terutama produk tertentu yang menurun sehingga harus aktif meningkatkan ke pasar negara lain.

"Indonesia juga bisa menjadi target pasar dari membanjirnya produk AS dan China yang terhambat diperdagangkan di kedua negara ini karena adanya peningkatan tarif. Untuk itu kita harus meningkatkan kecintaan produk dalam negeri," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Telat Bangun Sektor Industri Jadi Penyebab Ekspor Melempem

Sebelumnya, pengamat ekonomi Chistianto Wibisono mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab melempemnya ekspor Indonesia. Faktor utamanya adalah lambatnya pembangunan industri nasional. Seharusnya, industrialisasi sudah digenjot sejak lama.

"Telat membangun industri nasional walaupun sektor industri sudah luar biasa juga 70 persen ekspor kita sektor manufaktur. Walaupun manufakturing katakanlah tidak jadi bernilai tambah artinya masih yang gitu-gitu aja," kata dia saat ditemui dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 12 September 2018.

Dia menjelaskan, pertumbuhan industri di Indonesia cenderung lambat dan tidak sesuai harapan. "Ada suatu faktor pembangunan industri kita memang kurang apa ya, kurang seperti yang kita harapkan," ujarnya.

Pengembangan industri hilir juga dinilai tidak berjalan lancar, sebab nyatanya Indonesia masih ketergantungan dengan impor. Padahal, ada beberapa komoditas yang sebenarnya sudah diproduksi di dalam negeri.

"Berencana mau masuk industri hilir bernilai tambah tuh masih macet. Itu pun sekarang malah mau dilarang lagi karena negara kita terlalu banyak impor yang mestinya bisa atau sudah pernah dibuat di sini zaman tahun dulu," kata dia.

Dia menegaskan, industrialisasi di Indonesia harus segera dibenahi agar ekspor bisa terdongkrak. Terlebih saat ini akan segera datang era baru di mana teknologi sudah semakin canggih, yaitu industri 4.0

"Dengan pendekatan yang lebih sistematis dan Pak Airlangga (Menperin) sudah mencanangkan dia mau masuk industri 4.0 itu sebagai upaya untuk cepat memperbaiki industri yang ketinggalan dari yang lain." tutur dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: