Sukses

Kementerian ESDM Cari Cara Biar Bisa Terapkan B20 di Tambang Freeport

Saat ini masih ada sektor yang belum mengimplementasikan pencampuran Solar dengan biodiesel sebesar 20 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan evaluasi uji coba penerapan campuran 20 persen biodiesel dengan solar (B20) pada area pertambangan PT Freeport Indonesia.

Staf‎ Ahli Menteri ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, saat ini masih ada sektor yang belum mengimplementasikan pencampuran Solar dengan biodiesel sebesar 20 persen. Sektor tersebut adalah pertambangan di ketinggian (high land), Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dan pembangkit listrik.

"Jadi ada pengecualian di alutsista, high land dan turbin," kata Dadan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Saat ini di Indonesia, industri pertambangan yang berada di wilayah ketinggian hanya ada pada wilayah pertambangan PT Freeport Indonesia. Tim Kementerian ESDM pun akan mendatangi wilayah pertambangan tersebut, untuk melakukan evaluasi terhadap kendaraan operasional pertambangan.

Evaluasi yang dilakukan adalah mencari solusi, agar kendaraan pertambang Freeport Indonesia juga melaksanakan program mandatori biodiesel sesuai dengan kemampuan kendaraan tersebut mengkonsumsi Solar yang telah tercampur minyak kelapa sawit‎.

"Misalnya high land, tim lagi siap-siap ke sana untuk melihat mana yang benar-benar tidak bisa atau bisanya itu sampai mana. Kan bisa dua nih jadinya, bisa B20 jadi B10 atau ini benar bebas, akan diaudit lah istilahnya," jelas Dadan.

Program mandatori B20 yang dicanangkan pemerintah, bertujuan untuk percepatan pemanfaatan green energy sekaligus menghemat devisa, dengan pengurangan potensi impor Solar.

Langkah yang dilakukan yakni mendorong pencampuran FAME baik untuk Bahan Bakar Diesel baik Public Service Obligations atau subsidi maupun nonsubsidi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kementerian ESDM Ungkap Kendala Penerapan B20

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengakui masih ada beberapa kendala dalam penerapan perluasan penggunaan biodisel 20 persen (B20) untuk public service obligation (PSO) dan non-PSO. Salah satunya belum tersedianya B20 di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU).

"Iya perkembangan sampai 2 minggu ini pelaksanaan B20 kan sudah berjalan dengan baik. Dan kita lihat ada tidak kendala-kendala selama 2 minggu ini. Tentunya ada kendalanya," kata Djoko pada Kamis 13 Setember 2018.

Dia mengatakan, salah satu faktor yang menyebabkan ketidaktersediaan B20 di beberapa SPBU lantaran adanya keterlambatan pada pengiriman bahan bakar melalui kapal. Di mana pengiriman untuk B20 sendiri membutuhkan waktu.

"Salah satunya misalnya harus angkut ke depo tertentu di pulau tertentu kan harus pakai kapal. Nah pengadaan kapalnya sendiri tidak bisa 1 sampai 2 hari. Ada yang 14 hari," tambah Djoko.

Dia mencontohkan, sejauh ini ada dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyuplai pasokan B20 ke perusahaan tambang batu bara. Namun demikian, karena ketersediaan kapal yang terbatas perusahaan plat merah tersebut hanya mampu mengirim dua kali dalam sebulan.

"Ada dua badan usaha BBM yang suplai Kaltim Prima Coal, kan mereka juga menunggu fame ((Fatty Acid Methyl Ester) kan. Kebetulan suplainya dia tidak tiap hari, satu kapal untuk satu bulan," imbuhnya.

Untuk itu, pihaknya akan memastikan dan mengontrol beberapa SPBU yang belum menyedaiakan B20.

"Minta laporannya kenapa dia tidak atau belum menjual, kita minta laporan alasannya apa. Kalau alasannya bisa kita terima ya tidak kena sanksi. kita lihat buktinya 'oh buktinya memang jadwal pengapalannya belum sekarang, nanti tanggal 19' tidak kena sanksi," kata Djoko

"Tapi kalau yang nanti setelah kita evaluasi laporannya itu terbukti memang dia tidak mematuhi kita beri sanksi," pungkasnya.

Berdasarkan ketentuan, apabila Badan Usaha BBM tidak melakukan pencampuran, dan Badan Usaha BBN tidak dapat memberikan suplai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) ke BU BBM akan dikenakan denda yang cukup berat, yaitu Rp. 6.000 perliter.

Sebelumnya, Pemerintah Jokowi-JK resmi meluncurkan perluasan penggunaan biodiesel 20 persen (B20) untuk public service obligation (PSO) dan non PSO pada 1 September 2018 lalu. Peluncuran ini diharapkan dapat menghilangkan defisit neraca perdagangan dan mengurangi defisit transaksi berjalan.