Sukses

Bank Dunia: Defisit Transaksi Berjalan RI Bakal Melebar

Bank Dunia prediksi defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 2,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia meramalkan defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) yang saat ini membengkak masih akan terus melebar.

Country Director World Bank Indonesia, Rodrigo Chavez, mengatakan meskipun langkah kebijakan yang menentukan dan terkoordinasi yang diambil telah secara signifikan berhasil meningkatkan ketahanan terhadap gejolak pasar keuangan.

Di sisi lain, sektor keuangan Indonesia yang dangkal serta tingkat ekspor dan investasi langsung asing yang relatif rendah menyiratkan tekanan dari arus keluar modal kemungkinan akan terus berlanjut.

"Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan melebar menjadi 2,4 persen dari PDB pada tahun 2018 dan stabil pada 2,3 persen di tahun 2019," kata dia dalam acara laporan lndonesia Economic Quarterly Bank Dunia edisi September 2018 yang dirilis hari ini di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018).

Dia menjelaskan, kondisi tersebut terjadi karena arus keluar pendapatan utama yang lebih rendah diimbangi oleh nilai tukar perdagangan (terms of trade, TOT) yang lebih lemah.

"Permintaan investasi yang terus berlanjut untuk barang modal yang diimpor, dan menurunnya pertumbuhan para mitra dagang utama," ujar dia.

Dia menyebutkan, langkah-langkah pemerintah untuk menekan defisit transaksi berjalan seperti menaikkan pajak atas 1.147 komoditas impor dan menunda proyek infrastruktur publik dinilai tidak akan memiliki dampak yang besar pada transaksi berjalan dalam waktu dekat ini. 

"Langkah-langkah tersebut sebenarnya mungkin memiliki akibat yang tidak diinginkan mengingat kebutuhan Indonesia untuk memperluas ekspor, yang mensyaratkan pemberian fasilitas impor, dan keuenjangan infrastrukturnya yang besar,” kata dia.

Dengan komitmen yang ditunjukkan oleh otoritas fiskal dan moneter terhadap stabilitas ekonomi, lanjutnya, tekanan berkelanjutan dari gejolak global kemungkinan akan menimbulkan pengetatan tambahan terhadap kondisi ekonomi makro.

"Oleh karena itu, risiko penurunan pertumbuhan ekonomi telah meningkat. Walaupun nilai mata uang yang lebih rendah akan membantu menahan defisit transaksi berjalan dan merangsang pertumbuhan ekspor," tambah dia.

Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan meningkatkan inflasi, yang mengakibatkan pertumbuhan konsumsi yang lebih lambat.

"Imbal hasil obligasi yang lebih tinggi akan menyebabkan pembiayaan yang lebih mahal bagi korporasi, yang dapat mengurangi pemulihan kredit dan investasi swasta yang sedang merebak," ujar dia.

Peningkatan proteksionisme juga menimbulkan risiko yang tinggi bagi Indonesia melalui pertumbuhan ekspor yang melambat atau melalui efek perluasan (spillover) yang negatif dari pertumbuhan regional yang lebih lambat sebagian melalui harga komoditas yang lebih lemah. 

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Saran Ekonom buat Pemerintah Atasi Defisit Transaksi Berjalan

Sebelumnya, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengemukakan beberapa strategi yang dapat ditempuh pemerintah dalam memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah merilis data defisit transaksi berjalan kuartal II-2018 tercatat 3 persen atau sebesar USD 8 miliar.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan defisit di periode yang sama tahun sebelumnya 1,96 persen. Defisit transaksi berjalan kuartal II-2018 pun lebih lebar dibandingkan kuartal I-2018 sebesar 2,6 persen atau sebesar USD 5,5 miliar.

"Obat yang paling manjur itu mengembangkan industri berorientasi ekspor, kemudian sebagian bahan baku kita produksi. Nilai tambah ada, sehingga ada surplus untuk neraca perdagangan," kata dia di Jakarta, Rabu 18 September 2018.

Dia menjelaskan, defisit transaksi berjalan tidak hanya disumbangkan oleh defisit neraca perdagangan, melainkan juga oleh defisit di komponen pendapatan primer yang mencapai USD 8 miliar.

"Yang negatif USD 8 miliar itu (pendapatan primer). Keuntungan yang ditransfer keluar. Keuntungan orang luar yang ditransfer kembali (ke luar)," kata dia.

Defisit pendapatan primer ini, kata dia sebenarnya dapat ditolong dengan menaikan surplus di komponen pendapatan sekunder (secondary income).

"Kalau secondary income kita masih plus, tapi tidak cukup untuk sektor jasa semuanya. Belum oke sekarang USD 4. Kita di pekerja (secondary income) surplus USD 4, tapi USD 8 miliar (banding) USD 4 miliar kita masih kalah," jelas dia.

"Kenapa tidak (surplus) USD 8 miliar atau USD 12 miliar? Karena yang kita kirim kebanyakan tenaga informal yang di sektor rumah tangga," lanjut dia.

Menurut dia, cara untuk meningkatkan pendapatan sekunder,  dengan meningkatkan kualitas pekerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri.

"Paling gampang adalah tenaga kerja Indonesia kita tingkatkan kualitas. Pembantu rumah tangga kita tingkatkan jadi bahasa Inggris bagus, sehingga pendapatan meningkat. Sehingga bisa mengkompensasi uang dari Indonesia yang dibawa keluar," ujar dia.

"Harus andalkan profesional, chef, kapten kapal, tukang las, manager hotel, dosen. Itu kuncinya. Membuat itu makin besar berarti menolong tekornya neraca berjalan karena defisit jasa mengandalkan luar negeri," imbuhnya.

Dia menambahkan, langkah berikut yang dapat dilakukan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan adalah dengan mengoptimalkan sektor pariwisata. Jika sektor pariwisata dapat ditingkatkan kinerjak maka defisit transaksi berjalan dapat diatasi. Bahkan menurut dia, Indonesia berpeluang surplus pada akhir tahun ini.

"Kalau musim turis bulan Oktober sampai Desember bisa dioptimalkan. Saya duga bisa seri. Kalau surplus sedikit. Yang penting itu surplus," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: