Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sampai 31 Agustus 2018 sebesar Rp 150,7 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 224,9 triliun.Â
"Tahun lalu defisit Rp 224,9 triliun atau 1,65 persen dari GDP, sekarang posisi agustus Rp 150,7 triliun. Sekali lagi, itu artinya perbaikan hampir pada magnitude atau surplus 1,02 persen. Masih di bawah APBN yang 2,19 persen," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Sri Mulyani mengatakan, pendapatan negara hingga Agustus mencapai Rp 1.152,8 triliun atau 60,8 persen dari total target 2018. "Berarti pendapatan negara tumbuh 18,4 persen dibanding tahun lalu yang realisasinya Rp 973,4 triliun," ujar dia.Â
Advertisement
Baca Juga
Secara rinci Sri Mulyani menjelaskan, hingga 31 Agustus penerimaan perpajakan telah mencapai Rp 907,5 triliun dan memiliki pertumbuhan 16,5 persen. Tahun lalu perpajakan tumbuh tinggi tapi masih di bawah penerimaan perpajakan tahun ini yaitu sekitar 9,5 persen.Â
"Dan untuk penerimaan pajak dan bea cukai telah mencapai 56,1 persen dan tumbuhnya 16,5 persen. Untuk pajak dan cukai sebesar 16,7 persen," kata dia.
Sementara itu, belanja negara masih sangat positif, tumbuh 8,8 persen atau telah mencapai Rp 1.303,5 triliun. Dengan angka ini pemerintah telah membelanjakan 58,7 persen dari total target belanja. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 802,2 triliun, transfer ke daerah Rp 501,3 triliun, belanja KL Rp 441,8 triliun dan non KL Rp 460,4 triliun.Â
"Transfer ke daerah agak sedikit dibanding tahun lalu pertumbuhannya yaitu 0,3 persen yaitu Rp 465,1 triliun untuk transfer ke daerah dan dana desa Rp 36,2 triliun, sedikit lebih rendah dari tahun lalu yang Rp 36,5 triliun," tutur dia.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Sri Mulyani: RI Wajib Waspada Hadapi Kebijakan AS
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi pembicara dalam Forum Riset Life Science Nasional Tahun 2018 di Hotel Pulmaan Central Park, Jakarta. Acara yang diselenggarakan PT Bio Farma (Persero) mengusung tema Pendanaan Penelitian dan Kebijakan Pendukung Sektor Swasta dan Pemerintah untuk Riset dan Inovasi di Indonesia.
Di hadapan ratusan peserta, Sri Mulyani menjelaskan kondisi perekokonomian secara global, terutama di Amerika Serikat (AS). Ia menyebut, beberapa kebijakan moneter yang dilakukan AS secara garis besar mempengaruhi perekonomian dunia, termasuk juga di Indonesia.
"Hari ini kita melihat bahwa gejolak global yang berasal dari kebijakan moneter dari AS maupun di negara maju lainnya bisa mempengaruhi perekonomian global," kata Sri Mulyani, Kamis 13 September 2018.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah AS dalam bidang moneter adalah menaikan suku bunga serta mengurangi likuiditas. Kedua hal tersebut merupakan salah satu upaya AS menormalisasi kebijakan moneter setelah terjadi krisis global pada 2008-2009 lalu.
"Waktu itu, degan kondisi ekonomi yang turun tajam karena krisis, AS turunkan suku bunganya dari di atas 5 persen menjadi mendekati ke 0 persen. Dan sekarang karena ekonominya pulih kembali suku bunga dinaikan kembali sekarang sudah mendekati 2 persen dan mungkin tahun depan masih ada naik lagi," ungkap dia.Â
Situasi ini, Menurutnya mempengaruhi seluruh dunia. Sebab, pada saat yang sama dengan suku bunga yang meningkat Pemerintah AS melakukan extraordinary monetary policy mencetak banyak dolar AS dalam rangka untuk mengembalikan ekonomi yang terpuruk karena krisis.
"Nah hari ini adalah menaikan suku bunga dengan mengurangi likuiditas dolar AS sehingga yang terjadi seluruh dunia terpengaruh pada suku bunga yang naik dan pasokan dolar AS yang pulang ke AS. Ini yang sedang kita hadapi di 2018. Oleh karena itu kita harus tingkatkan kewaspadaan," ungkapnya.
Di tengah ketidakpastian terhadap perekonomian global saat ini, pemerintah akan terus menjaga dibeberapa sektor.
"Degan kondisi tersebut perekonomian Indonesia yang kita bisa jaga baik itu dari sisi sektor riil, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pemerataan, kita tumbuh di atas 5,2 persen, inflasi rendah 3,5 persen. Kemiskinan turun terus secara konsisten bahkan pertama kali dalam sejarah 8,9 persen ini terus diturunkan," pungkasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement