Sukses

Kata Guru Besar ITB soal Bangun Tol Listrik

Guru Besar Teknik Elektro ITB, Pekik Argo menilai, pemerintah dapat membangun tol listrik untuk elektrifikasi yang lebih luas dan efisien.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), Pekik Argo Dahono menilai, efisiensi industri listrik sebaiknya tidak dikaitkan dengan harga listrik yang murah.  Dia mengatakan, harga listrik yang murah justru cenderung mendorong ke arah pemborosan.

"Tingginya konsumsi listrik sebagai indikator kemajuan suatu bangsa harus ditempatkan pada konteks konsumsi listrik untuk bidang produktif. Seperti pemanfaatan listrik untuk sistem transportasi publik, bukan pemenuhan kebutuhan rumah tangga," ujar dalam keterangan tertulis, Selasa (25/9/2018).

Pekik juga mempertanyakan, mengapa pemerintah tidak membangun tol listrik atau superhero untuk elektrifikasi yang lebih luas dan efisien di tengah pembangunan tol laut dan Palapa Ring yang kini sedang digalakkan.

"Tol listrik akan menghubungkan pulau-pulau besar, sehingga antar daerah bisa berbagi sumber daya pembangkit listrik," ungkap dia.

Selain itu, ia juga menyatakan, keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di tanah Papua dan Kalimantan, serta energi panas bumi di beberapa pulau, secara hasil itu bisa disebarluaskan ke beberapa tempat lain.

"Potensi PLTA di Papua dan Kalimantan bisa dimanfaatkan untuk kedua pulau itu atau dibagikan ke daerah lain. Begitu juga dengan energi panas bumi di Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara yang melimpah," tutur dia.

 

2 dari 2 halaman

DPR Pangkas Usulan PMN, Ada Desa yang Tertunda Nikmati Listrik

Sebelumnya, penyambungan listrik pada pedesaan (lisdes) di wilayah terdepan, terluar dan terpencil (3T) tidak sesuai alokasi. Hal ini sebab DPR memangkas anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) 2019 untuk PT PLN (Persero).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) PMN untuk PLN diajukan sebesar Rp 10 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk program listrik desa sebesar ‎Rp 8,5 triliun dan pembangunan transmisi serta Gardu Induk (GI) sebesar Rp 1,5 triliun.

"PMN 2019 alokasi Rp10 triliun, ini mengejar rasio elektrifikasi 99,9 persen 2019," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 24 September 2018.

Namun, pengajuan tersebut ditolak DPR. Menurut Andy, alokasi PMN PLN diputuskan Rp 6,5 triliun. Dampak dari penurunan anggaran PMN tersebut adalah penurunan alokasi anggaran listrik pedesaan menjadi Rp 5,9 triliun.

"Diputuskan Rp 6,5 triliun, karena Rp 3,5 triliun ke Hutama Karya untuk jalan tol. Listrik desa jadi Rp 5,9 triliun," tutur Andy.

Andy mengungkapkan, akibat penurunan anggaran listrik desa, membuat jadwal penyambungan listrik ke desa yang saat ini belum menikmati listrik tertunda. Dia pun memperkirakan baru bisa dilakukan pada 2020.

"Kita hitung lagi apakah ada penundaan listrik desa dengan  Rp 5,9 T. Sehinga ada daerah yang rasio elektrifikasinya belum sampai 92 persen tertunda," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â