Sukses

Inalum Bakal Rampungkan Perjanjian Pembelian Saham Freeport

PT Inalum (Persero) sebagai holding BUMN tambang Kamis sore ini akan menandatangani Sales and Purchase Agreement dengan Freeport dan Rio Tinto.

Liputan6.com, Jakarta - PT Inalum (Persero) sebagai holding BUMN tambang Kamis sore ini akan menandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) antara PT Inalum, PT Freeport-McMoRan Inc dan PT Rio Tinto Indonesia.

Penandatanganan akan dilakukan di Ruang Sarulla Gedung Setjen Kementerian ESDM pada pukul 16.00 WIB. Penandatanganan SPA ini merupakan tindak lanjut dari Head of Agreement (HoA) yang sudah ditandatangani pada 12 Juli 2018.

Dengan ditandatanganinya SPA ini, Inalum akan resmi memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia. Rencananya, penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson dan perwakilan dari Rio Tinto. 

Penandatanganan tersebut akan disaksikan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengungkapkan jika proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 51 persen dapat rampung pada penghujung September 2018.

"Freeport (Indonesia) selesai akhir September," ujar Rini.

Seperti diketahui, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) serta McMoran telah menandatangani Head of Agreement (HoA) saham PTFI, dengan kesepakatan Inalum akan menguasai 41,64 persen PT Freeport Indonesia Langkah ini untuk menggenapi 51 persen kepemilikan saham di Freeport Indonesia oleh perusahaan nasional.

Dari 51 persen saham Freeport yang dimiliki pihak nasional, 80 persen dimiliki Inalum sedangkan 20 persen sisa dimiliki oleh Pemerintah Daerah Papua.

Pasca-proses penandatangan yang dilakukan pada 12 Juli 2018 tersebut, pemerintah hingga kini belum mengumumkan perkembangan terbaru terkait hal itu.

Awalnya, Menteri Rini sempat menargetkan, pembayaran pembelian saham Freeport Indonesia oleh Inalum dapat kelar pada akhir Juli 2018.

Pernyataan itu kemudian disambut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, yang menyebutkan batas pembayaran adalah 60 hari setelah perjanjian atau pada September ini. "Dalam kesepakatan ada maksimal waktu pembayaran 60 hari. Pokoknya September, transaksi closed," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Freeport Bakal Investasi USD 10 Miliar Usai 2021

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, rencana investasi PT Freeport Indonesia pasca 2021 sebesar USD 10 miliar. Anggaran tersebut untuk eksplorasi tambang bawah tanah.

‎Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Susigit mengatakan, ‎investasi Freeport Indonesia dari 2014 sampai 2021 membutuhkan USD 7 miliar.

Investasi tersebut di luar pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Kemudian untuk rencana investasi setelah 2021, perusahaan tambang asal Amerika  tersebut menganggarkan USD 10 miliar.

"‎Rencana investasi, tahun 2014-2021 membutuhkan lebih kurang USD 7 miliar terutama untuk pengembangan tambang dalam di luar kewajiban bangun smelter. Setelah 2021 masih butuhkan sekitar USD 10 miliar," kata Bambang, dalam diskusi, di Jakarta, Senin 17 September 2018.

Bambang menuturkan, Freeport Indonesia meningkatkan rencana investasinya karena akan mengembangkan tambang bawah tanah. Kegiatan tersebut jauh lebih rumit ketimbang tambang terbuka sehingga membutuhkan peralatan dengan teknologi yang jauh lebih tinggi.

"Ke depan PTFI akan masuk kepada era tambang dalam yang secara teknis lebih kompleks dan secara produksi harus dihitung kemampuan sesuai rencana. Secara peralatan harus ikuti beberapa aspek tekhnologi manfaat dan keselamatan," tutur dia.

Perpindahan lokasi penambangan mineral tembaga dari terbuka menjadi tertutup bertujuan untuk meningkatkan produksi. Saat ini produksi mineral tembaga dari tambang terbuka mencapai 180 ribu ton per hari menurun dari sebelumnya 240 ton per hari‎. Hal tersebut disebabkan menipisnya kandungan tembaga di tambang terbuka.

"Tambang terbukanya sudah mulai turun (produksi) alat-alat sudah mulai stop, untuk development tambang dalam‎," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â