Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP I, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Rustam Effendi, menegaskan pemerintah saat ini memproses jenis-jenis sektor jasa yang atas ekspornya bisa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tarif sebesar 0 persen.
Rustam mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2010 memang baru ada tiga jenis jasa yang ekspornya dikenakan PPN tarif sebesar 0 persen yaitu jasa maklon, perbaikan perawatan, dan kontruksi. Sedangkan di luar jenis jasa tersebut, atas ekspornya masih dikenakan PPN tarif 10 persen.Â
"Saat ini Kementerian keuangan sedang mengkaji jenis-jenis jasa lainnya yang atas ekspornya dapat dikenakan PPN tarif nol persen, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," kata Rustam dalam acara diskusi yang digelar di Menara Kadin, Jakarta. Kamis (27/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Rustam menyebut, ketiga jenis jasa yang dikenakan PPN tarif 0 persen tersebut sangat melekat pada barang sehingga lebih mudah untuk diawasi. Jadi dapat mengatasi potensi kerugian negara akibat adanya restitusi fiktif atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
"Pembatasan sektor jasa tersebut sebetulnya dilakukan untuk mempertimbangkan kemampuan pengawasan dan adminitrasi perpajakan. Untuk barang jasa secara fisik saja kadang kita masih kebobolan," kata Rustam.
Sementara itu, Rustam mengaku telah menerima enam usulan jenis sektor jasa untuk ekspornya dikenakan PPN tarif 0 peren, di antaranya adalah Jasa Teknologi dan Informasi, meliputi layanan dukungan teknik, layanan pembuatan program aplikasi dan konten (programmer), layanan pembuatan website (web developer) dan lain lain.
Kemudian Jasa Penelitian dan Pengembangan (Research and Development), Jasa Persewaan Alat Angkut. Selain itu, juga ada juga Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding), Jasa Profesional, meliputi layanan jasa hukum, layanan jasa akuntansi/pembukuan, layanan jasa audit laporan keuangan, dan layanan jasa perpajakan dan Jasa Perdagangan.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka
ADB Imbau RI Perkuat Ekspor dan Investasi
Sebelumnya, Asia Development Bank (ADB) prediksi defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia masih akan melebar pada 2018. Hal tersebut terungkap dalam Asia Development Outlook (ADO) 2018.
Berdasarkan prospek yang telah direvisi tersebut, defisit transaksi berjalan diprediksi sebesar 2,6 persen. Angka ini melebar dari defisit transaksi berjalan pada 2017 sebesar 1,7 persen.
Senior Economic Officer ADB, Priasto Aji, mengatakan melebarnya defisit transaksi berjalan dipicu oleh melajunya investasi dalam negeri serta kinerja ekspor yang masih lemah.
"Current account defisit pada dasarnya cerminan ekonomi kita. Ada current account defisit, tapi kita lihat tujuannya untuk apa? selama ini yang cukup tinggi ini, karena kita mau investasi," kata dia saat ditemui di Kantor ADB, Jakarta, Rabu 26 September 2018.
"Sebetulnya untuk biayai investasi nggak masalah. Current account defisit itu biasa, ada ya di bawah 3 persen atau lebih," lanjut dia.
Dia menuturkan, untuk memperbaiki kinerja transaksi berjalan perlu dilakukan perbaikan. Perbaikan terutama dari sisi peningkatan kinerja ekspor serta penguatan investasiÂ
"Memang perlu ada perbaikan ekspor perlu ditingkatkan lagi. Caranya pertama kita structure reform, harus dilanjutkan bagaimana caranya kita push ekspor, push investasi," ujar dia.
Perbaikan terhadap kinerja ekspor dan investasi, kata Aji,  tidak hanya memperbaiki defisit transaksi berjalan, melainkan juga dapat memberikan sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan sustainable.
"Dorong ekspor, mendorong investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih sustainable daripada hanya konsumsi. Beberapa tahun terakhir sudah ada mulai pergerakan dari konsumsi ke investasi. Bagaimana ke depan ditingkatkan lagi," kata dia.
Â
 Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement