Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sekitar 25 basis poin (bps) usai gelar pertemuan pada 25-26 September 2018 waktu setempat. Bank sentral AS juga mengindikasikan menaikkan suku bunga acuan sekali lagi pada Desember.
Kemudian, bank sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan lagi sebanyak tiga kali pada 2019. Hal ini mengabaikan permintaan Presiden AS Donald Trump untuk menunda kenaikan suku bunga.
The Fed menekankan berulang kali ekonomi AS kuat di seluruh lini. Selain itu tidak lagi membutuhkan stimulus berat dari bank sentral. Akan tetapi, Trump khawatir suku bunga tinggi dapat membahayakan ekonomi.
Advertisement
Baca Juga
"Saya tidak senang tentang (kenaikan suku bunga). Saya lebih suka membayar utang. Saya khawatir tentang fakta tampaknya mereka menyukai kenaikan suku bunga. Kita dapat melakukan hal-hal lain dengan uang," ujar Trump, seperti dikutip dari laman Washington Post, Kamis (27/9/2018).
Tidak jelas apa yang dimaksud Trump ketika mengatakan ada tindakan lain yang dapat diambil the Federal Reserve mengenai uang. Tindakan the Fed menetapkan suku bunga membuat konsumen dan pelaku bisnis membayar hal itu.
Suku bunga the Federal Reserve (the Fed) naik dari 1,75 persen-2 persen menjadi 2 persen-2,25 persen. Angka itu merupakan level tertinggi dalam satu dekade. Kemungkinan kenaikan suku bunga acuan the Federal Reserve berdampak terhadap orang AS yang memiliki banyak utang dan sedang mencari pinjaman bank.
Setelah bank sentral AS menaikkan suku bunga, berdampak terhadap kenaikan suku bunga kartu kredit, hipotek dan pinjaman usaha kecil.
Target Pertumbuhan Ekonomi AS
The Federal Reserve juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2018 dan 2019. Ini mengindikasikan the Federal Reserve melihat sedikit tanda perang dagang, kenaikan harga minyak dan gejolak politik yang akan ganggu ekonomi.
The Federal Reserve proyeksi ekonomi AS tumbuh 3,1 persen pada 2018. Untuk pertama kalinya proyeksi pertumbuhan ekonomi itu melampui angka tiga persen sejak 2005.
"Ekonomi kami kuat. Pertumbuhan sedang berjalan sehat. Pengangguran rendah. Jumlah orang yang bekerja meningkat terus, dan upah meningkat. Inflasi rendah dan stabil. Semua ini adalah tanda-tanda yang sangat baik," ujar Pimpinan The Fed Jerome Powell.
Ia menuturkan, pemangkasan pajak tidak diragukan memainkan peran dalam meningkatkan ekonomi. Ketika ditanya tentang perang dagang yang meningkat, Powell menuturkan, pelaku usaha mengekspresikan banyak kekhawatiran tentang biaya lebih tinggi dan gangguan terhadap rantai pasokannya.
Akan tetapi, dia menekankan belum ada gangguan signifikan. Hal yang menjadi kekhawatiran utama pertarungan dagang antara AS dan China serta negara lain dapat hasilkan lebih banyak hambatan di sektor perdagangan.
"Kemana perginya ini?Jika tempat terakhir yang kami dapatkan adalah tarif lebih rendah itu bagus. Jika ini terjadi pada hal di mana kami memiliki tariff menguat dan tetap berlaku untuk waktu lama, itu akan berdampak buruk bagi perekonomian AS dan pekerja AS," ujar dia.
Meski khawatir perang dagang, The Fed memproyeksikan pertumbuhan ekonomi lebih baik pada tahun-tahun mendatang. Trump menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai tiga persen. The Federal Reserve mengantisipasi pertumbuhan akan turun ke posisi 2,5 persen pada 2019. Kemudian dua persen pada 2020 dan 1,8 persen pada 2021. Ini Karena manfaat pemotongan pajak memudar. Namun, the Federal Reserve optimistis hal itu dapat mengarahkan ekonomi untuk menghindari resesi.
"Kemungkinan the Federal Reserve meningkatkan suku bunga yang dapat pengaruhi ekonomi,” ujar Ryan Sweet, Kepala Riset Moody’s Analytics.
Trump telah mendesak Powell untuk tidak menaikkan suku bunga acuan lebih lanjut. Namun, bank sentral adalah lembaga independen yang tidak menunjukkan tanda tunduk terhadap tekanan pemerintah. 12 dari 16 pimpinan bank sentral AS mengantisipasi kenaikan suku bunga pada akhir tahun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement