Sukses

Menko Darmin: Pelaksanaan B20 Baru Sebulan, Wajar Bila Ada Kendala

Kebijakan B20 masih menemui beberapa kendala seperti halnya penyaluran Fatty Acid Methyl Ester (FAME).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK resmi meluncurkan perluasan penggunaan biodisel 20 persen (B20) untuk public service obligation (PSO) dan non PSO pada 1 September 2018 lalu. Namun dalam realisasinya, kebijakan ini masih menemui beberapa kendala seperti halnya penyaluran Fatty Acid Methyl Ester (FAME).

Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pada dasarnya kebijakan perluasan B20 ini memang belum bisa dijalankan secara optimal. Mengingat, pelaksanaanya sendiri belum mencapai satu bulan, sehingga wajar apabila ada beberapa kendala yang masih menghambat.

"Ya sudah makin ini sih mendekati sempurna, artinya sudah tidak ada yang terpaksa ngirim B0 karena fame atau CPO-nya enggak datang," kata Darmin saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Darmin mengaku, telah mendapat masukan terkait dengan penyaluran FAME untuk ke beberapa terminal pengisian bahan bakar. Sehingga kata, Menko Darmin tidak ada lagi alasan untuk tidak menjual B20.

"Jadi kemudian ada usulan juga supaya direview yang mana kirim ke mana supaya jangan kemudian yang jauh di barat ke timur ya itu tinggal dibuat program matematiknya," imbuhnya.

"Kemudian kita udah tetapkan begitu awal bulan kita artinya 2-3 hari lagi kan awal bulan kita akan sampaikan detail terhadap siapa yang salah," tambahnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Undang Pertamina

Sebelumnya, Menko Darmin emanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati untuk membahas mengenai evaluasi penerapan biodiesel 20 persen (B20) sejak diterapkan pada 1 September lalu. Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas hambatan Pertamina dalam menyalurkan B20.

"Mengevaluasi B20 dari Pertamina. Ya pada dasarnya supaya tidak ada lagi yang terlambat. Supaya ya semua menjadi optimum," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Rabu (26/9).

Menko Darmin mengatakan, pemerintah membuka kemungkinan Pertamina dapat bekerja sama dengan penyalur Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau minyak sawit. Sehingga, ke depan tidak terjadi keterlambatan dalam penyaluran FAME ke daerah.

"Ya sebetulnya dari penghasil FAME mengusulkan itu, boleh. Kalau memang seperti itu," jelas Menko Darmin.

Sementara itu, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan keterlambatan suplai FAME ditengarai karena kesulitan dalam memenuhi ketersediaan kapal dalam menjangkau daerah tujuan. Meski demikian, dia mengatakan hal-hal seperti ini wajar terjadi pada awal penerapan suatu kebijakan.

"Sebetulnya ada beberapa hal, misalnya keterlambatan suplai FAME, kesulitan mencari kapal, tapi menurut saya sih di awal ini masalah-masalah seperti ini maklum saja terjadi. Yang paling penting, nanti setelah ini kita bagaimana, cari jalan keluar yang optimal," jelasnya.

"Misalnya ketika menentukan rute, kapalnya kalau terlalu kecil mungkin nanti bisa digabung dengan kapal kargonya Pertamina. Intinya kita semua kerja sama supaya B20 terimplementasi dengan baik," sambungnya.

Nicke mengatakan, pihaknya juga menerima kebijakan pemerintah terkait pengenaan denda sebesar Rp 6.000 per liter terhadap Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) yang belum juga berpartisipasi dalam penyaluran B20.