Sukses

Inalum dan Freeport Akan Susun Manajemen Bersama

Kedua perusahaan akan menentukan manajemen setelah 51 persen saham Freeport Indonesia resmi dimiliki Inalum.

Liputan6.com, Jakarta ‎PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport McMoran Inc (FCX) akan menyusun komposisi manajemen PT Freeport Indonesia secara bersama.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kedua perusahaan akan menentukan manajemen setelah 51 persen saham Freeport Indonesia resmi dimiliki Inalum.

"Jadi kita akan pilih bersama," kata dia di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (28/9/2018).

‎Menurut Budi, pemilihan bersama manajemen atau Direksi Freeport Indonesia merupakan upaya, untuk menjaga situasi antar kedua belah pihak tetap kondusif. Pasalnya, jika terjadi perselisihan akan mengganggu kegiatan operasi.

"Kita akan pilih bersama-sama. Kita perhatikan yang terbaik supaya jangan terganggu," tutur dia.

Budi mengungkapkan, kegiatan produksi pertambangan harus berjalan‎. Hal ini untuk menciptakan kepercayaan penyedia dana pinjaman untuk membeli saham Freeport Indonesia.

"Karena banyak proses pengambilalihan itu, teman-teman tahu sendiri kalau nggak mulus produksinya turun. Itu yang ingin kita pastikan tidak terjadi. Apalagi kita pinjam," dia menandaskan.

 

2 dari 2 halaman

Usai Pelepasan Saham, Inalum dan Freeport Tidak Boleh Ribut

PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport McMoran Inc (FCX) menyepakati perjanjian kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh pihak nasional, dari 9,36 persen menjadi 51 persen.

Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, setelah Inalum memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia, maka kedua perusahaan harus bekerjasama untuk membuat kegiatan penambangan bijih tembaga berjalan mulus.

"Jadi artinya kita mau jalanin ini sama-sama, karena penting buat Inalum dan FCX itu operasi berjalan mulus," kata Budi, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/9/2018).

Budi mengungkapkan, pada 2019 dan 2020 tambang permukaan tanah yang saat ini digarap Freport sudah habis kandungan tembaganya. Untuk menjaga produksi tetap berjalan normal, maka proses penambangan berpindah ke bawah tanah.

"Karena sekarang yang open pit (permukaan tanah) akan habis lalu akan transisi ke tambang bawah tanah, di mana pada 2019 sama 2020 produksi akan turun jauh karena habisnya yang open pit," jelasnya.

Menurut Budi, Inalum dan Freeport tidak boleh ribut, karena jika hal tersebut terjadi akan mempengaruhi masa transisi yang berujung terhambatnya kegiatan produksi.

"Nah transisi ke underground pit ini butuh kerjasama yang baik. Kita tidak boleh tertekan tidak boleh ribut-ribut harus benar-benar kerjasama untuk jadi ini," tandasnya.