Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik pada perdagangan Selasa setelah mengalami penurunan yang cukup dalam pada sesi perdagangan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi karena tekanan dari nilai tukar dolar AS yang terus menguat setelah Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) mengkonfirmasi pertumbuhan ekonomi AS.
Mengutip Reuters, Rabu (3/10/2018), harga emas di pasar spot naik 0,3 persen menjadi USD 1.191,41 per ounce pada pukul 11.29 waktu New York, setelah jatuh ke level terendah lebih dari enam minggu di USD 1.180,34 pada 28 September.
Sedangkan harga emas berjangka AS naik 0,2 persen menjadi USD 1.194,10 per ounce.
Advertisement
Baca Juga
Pada perdagangan Selasa, harga emas mengalami tekanan karena investor mulai berburu kembali aset-aset yang memiliki harga murah termasuk salah satunya adalah emas.
Namun memang, kenaikan harga emas tidak tinggi karena tekanan dari nilai tukar dolar AS masih besar. Harga emas memang selalu berkebalikan dengan nilai tukar dolar AS.
“Tidak biasa emas diperdagangkan lebih tinggi dengan dolar AS yang lebih kuat. Namun, orang-orang membeli emas karena mereka percaya bahwa harga di bawah USD 1.200 memang menarik, ”kata analis Carsten Menke, Julius Baer.
Dolar AS yang lebih tinggi membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga membatasi permintaan.
Analis mengatakan bahwa pasar emas cenderung tetap relatif terbatas, tanpa katalis nyata untuk keluar di kedua sisi yang ada.
"Satu hal yang menguntungkan emas adalah minyak sekitar USD 85 per barel dan itu benar-benar akan membuat investor menggunakan emas sebagai lindung nilai terhadap risiko inflasi," kata analis Mitsubishi Jonathan Butler.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pernyataan The Fed Bakal Tekan Harga Emas selama Sepekan
Harga emas masih akan mendapat tekanan pada pekan ini karena Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) memberikan pandangan yang optimistis pada rapat yang berlangsung pekan lalu. Namun ada kemungkinan pelamahan harga emas tak dalam karena tekanan jual yang terjadi selama ini sudah terlalu besar.
Mengutip Kitco, Senin (1/10/2018), dalam risalahnya, the Fed mempertahankan pandangan yang optimistis mengenai pertumbuhan ekonomi AS. Selain itu, the Fed juga mengisyaratkan untuk terus menaikkan suku bunga sampai dengan 2020.
Prospek the Fed tersebut ditegaskan kembali karena data menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh 4,2 persen pada kuartal II 2018.
BACA JUGA
Dengan adanya pernyataan dari teh the Fed tersebut, analis memperkirakan bahwa dolar AS masih akan menjadi aset yang menarik sehingga menekan harga emas.
Analis Senior Pasar Uang Bank of New York Mellon Neil Mellor menjelaskan, bukan hanya dolar AS yang menguat, tetapi ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dan geopolitik, yang dipicu oleh pengeluaran defisit besar yang diusulkan di Italia menyebabkan pelemahan signifikan dalam euro.
"Dalam lingkungan ini Anda masih harus melihat nilai dalam dolar AS," katanya.
Analis CMC Markets, David Madden, mengatakan bahwa dia juga melihat kekuatan lebih lanjut dolar AS yang akan membebani emas.
"Sebagai hasilnya, saya pikir kita harus berharap bahwa emas akan menguji kembali posisi terendah Agustus." kata dia.
Advertisement