Liputan6.com, Jakarta - Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, mengatakan pihaknya prediksi Bank Indonesia (BI) masih akan menaikkan suku bunga acuan, BI 7 days reverse repo rate hingga 7,00 persen pada 2019.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk respons Bank Sentral terhadap ketidakpastian ekonomi global akibat kenaikan suku bunga The Fed dan perang dagang.Â
Untuk diketahui, saat ini, suku bunga acuan, BI 7 days reverse repo rate berada di level 5,75 persen. Tercatat sepanjang tahun 2018, BI menaikan suku bunga sebesar 150 BPS atau 1,5 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Respons dari bank Indonesia sudah menaikkan sebesar 150 basis poin (menjadi 5,75 persen), kami masih memperkirakan akan menaikkan lagi 2 kali mencapai 6,25 persen,"Â dalam Konferensi Pers, di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Sedangkan pada 2019, dia prediksi Bank Indonesia akan menaikkan tiga kali lagi suku bunga acuan hingga mencapai 7,00 persen.Â
Untuk komponen ekonomi makro lainnya, ia prediksi current account deficit atau defisit transaksi berjalan akan berada di kisaran 2,6 persen, inflasi di kisaran 3,9 persen dan defisit fiskal sebesar 2 persen terhadap PDB.
"Pertumbuhan kredit 10 persen sampai 13 persen, membaik dari tahun ini dan tahun lalu. Inflasi meningkat sedikit. Current account defisit masih di atas 2,5 persen," ujar dia.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Kenaikan Suku Bunga Acuan Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi RI
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen.
Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00 persen dan Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, kenaikan suku bunga acuan bank sentral ini bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, stabilisasi nilai tukar saat ini masih merupakan faktor yang utama.
"Iya, yang pertama itu ditempuh karena memang The Fed juga menaikkan bunganya. Kalau enggak, ya kita akan tertekan lagi tertekan lagi. Kalau sudah harus memilih antara stabilitydengan growth, ya kalau stability-nya terancam ya stabilitynya dulu yang diurusin," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat 28 September 2018.
Menko Darmin mengatakan, saat ini Indonesia memang tengah memasuki era suku bunga tinggi. Hal ini seiring dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuan dalam beberapa bulan terakhir.
"Sementara kenaikan tingkat bunga, ya walaupun tidak otomatis 1:1 menaikkan lending rate, pasti akan ada pengaruhnya. Artinya, kita sedang masuk dalam situasi tingkat bunganya sedikit lebih tinggi. Ya apa boleh buat," katanya.
Pemerintah, kata Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut, akan terus berupaya mengeluarkan berbagai kebijakan agar investasi di Indonesia tetap menarik. Satu hal yang akan dikaji ke depan adalah perluasan pemberian insentif pajak seperti tax allowance dan tax holiday.
"Apakah itu akan mempengaruhi ekonomi? Ada juga pengaruhnya. Kalau dibilang enggak ada, ya ada lah. Tapi ya kan ada yang murni keputusan market, tapi ada juga investasi itu dorongan pemerintah. Jadi apakah akan berpengaruh besar? Tergantung, pemerintah bisa mendorong juga nggak dari segi yang lain," tandasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement