Sukses

Ekonom Ramal Rupiah Bisa Sentuh 15.500 per Dolar AS di 2019

Rupiah bakal terus mengalami koreksi hingga tahun depan dipicu gejolak ekonomi global.

Liputan6.com, Jakarta- Rupiah terus melemah dan menembus level 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memprediksi rupiah akan terus mengalami koreksi sampai 2020 lantaran adanya gejolak global serta lemahnya kondisi fundamental ekonomi dalam negeri.

"Rupiah untuk tahun ini ada di kisaran 15.200 per dolar AS. Sangat sulit kembali ke bawah 14.800. Hingga 2020, The Fed akan naikan bunga acuan dan memicu capital reversal atau pembalikan modal," paparnya kepada Liputan6.com, Kamis (4/10/2018).

Bhima melanjutkan, terdapat pula tantangan ekonomi yang harus dihadapi dalam negeri, yakni meningkatnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) hingga 3 persen.

"Kenaikan CAD yang didorong melesatnya impor, baik migas dan non-migas menyebabkan Indonesia harus mengemis dana portfolio jangka pendek. Ekonomi stagnan di kisaran 5 persen dan pelaku pasar khawatir krisis semakin dekat," jelas dia.

Mengutip prediksi JP Morgan, dia menyebutkan, pada 2020 mendatang akan krisis skala global yang menghantam pasar negara berkembang. Oleh karenanya, ia melanjutkan, Indonesia harus bersiap menghadapi kondisi terburuk.

Menurutnya, rupiah akan sangat mungkin tertekan hingga di kisaran 15.500 per dolar AS pada 2019. Terlebih, negara pada tahun depan juga harus menghadapi masa Pemilihan Umum (Pemilu).

"Profil resiko Indonesia akan naik. Investor mengalihkan aset dari saham dan surat utang ke aset yg aman seperti dolar dan yen (Jepang). Terjadi flight to quality. Perbankan kesulitan likuiditas," terangnya.

"Kalau itu terjadi, kondisinya lebih buruk dari krisis 2008," tambah dia.

2 dari 2 halaman

Rupiah Melemah Bersama Mata Uang Asia Lain

Rupiah masih di kisaran 15.000 per dolar AS. Namun, rupiah tidak melemah sendiri. Mata uang kawasan Asia Pasifik lainnya juga banyak yang ikut melemah akibat bermacam peristiwa global, ulai dari kenaikan suku bunga AS dan ketegangan antara AS dan China.

Dilansir dari Asia Nikkei Review pada perdagangan Rabu (3/10/2018) ini, rupiah melemah 0,8 persen. Angka tersebut tak jauh berbeda dengan mata uang lainnya di kawasan Asia. 

Mata uang baht turut turun 0,37 persen terhadap dolar AS. Peso juga berkurang 0,18 persen. Mata uang Korea won turut melemah sampai 0,5 persen dan dolar Taiwan merosot 0,16 persen.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan dolar perkasa. Di Eropa, misalnya, terdapat masalah anggaran Italia dan kisruh Brexit yang tidak menemukan titik temu.

Harga minyak dunia juga naik apalagi sanksi terhadap Iran akan terlaksana penuh pada bulan depan. Hal itu dilengkapi dengan menegangnya hubungan antara AS dan China. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih menanggapi situasi ini dengan tenang. Ia percaya, perbankan Indonesia masih cukup kuat.

"Kalau dari sisi perbankan, apakah sektor perbankan kita cukup kuat dan terus akan bisa menyesuaikan dengan nilai Rp 15 ribu ini. Kita lihat dari capital adeqequacy ratio-nya mereka, dilihat dari non performing loan mereka, dilihat dari landing rate mereka, semuanya sampai dengan bulan Oktober ini dan tampaknya adjustment terhadap angka Rp15 ribu terjadi secara cukup baik," ujar dia.