Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengaku siap mendorong penggunaan hasil tambang batu bara untuk kebutuhan dalam negeri. Hal ini dilakukan karena permintaan domestik yang masih belum optimal sehingga perlu untuk dipacu.
"Demand dalam negerinya masih tetap, tren meningkat sih ya. Tapi masih belum siginfikan. Jadi memang masih perlu didorong pengembangan industri. Selain kelistrikan, industri dalam negerinya harus didorong sehingga pemanfaatan batu bara dalam negerinya bisa meningkat," kata Hendara di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Hendra menyadari, saat ini penggunaan batu bara secara perbandingan memang lebih banyak diekspor ketimbang untuk penggunaan dalam negeri. Bahkan, jumlah penggunaan dalam negeri terhadap batu bara tidak lebih dari 20 persen, sementara sisanya untuk ekspor.
Advertisement
"Bagaimana kita harus mendorong domestiknya kita kembangkan. Kita siap kita akan lebih banyak. Namun untuk 100 persen dalam negeri perlu diskusikan dengan banyak pihak. Kita perlu perhatikan pelaku usaha," kata Hendra.
Dia menambahkan, sumber daya alam yang melimpah di Tanah Air meskinya bisa dimanfaatkan pelaku usaha maupun pemerintah. Terlebih untuk meningkatkan produksivitas batu bara. Namun sayang, pemanfaaatan itu belum dilakukan secara baik.
"Kami sebenarnya dalam posisi tidak mudah dalam memanfaatkan seperti ini. Konsen kami bagaimana di cadangannya. Mindset selama ini bahwa cadangan batubara kita, nah sudah segini yaudahlah kita kurangin (ekspor). Padahal di satu sisi kekayaan kita ini harus kita kembangkan,"Â dia menambahkan.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Harga Batu Bara Tertekan Imbas Kelebihan Pasokan
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinada angkat suara terkait dengan penurunan harga batu bara acuan (HBA) yang terjadi pada saat ini.
Dia menuturkan, penurunan ini terjadi karena ada tekanan dari eksternal. Diketahui, saat ini HBA pada Oktober 2018 sebesar USD 100,89 per ton, atau turun 3,7 persen dibandingkan HBA September yang berada di level USD 104,81 per ton.
"Tren ini lagi turun karena kita enggak bisa prediksi ya. Kemungkinan dia menurun karena tertekan, kalau kita perhatikan pergerakan indeks, terutama di batu bara kalori rendah dan menengah, pasarnya sudah gejala over supply. Jadi ini yang sebabkan tekanan terhadap harga," kata Hendra dalam Diskusi Kebijakan Publik Strategi Pengelolaan Batubara Nasional, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Baca Juga
Hendra menyatakan, secara global harga batu bara acuan akan tetap berada di level USD 100 juta ton hingga akhir tahun. Kondisi ini disebabkan permintaan China akan impor juga sudah berkurang.
"Dia sudah jelas sekali (China). Ditambah dengan sentimen harga dengan adanya rencana pemerintah genjot ekspor. Tapi di sisi lain pasar bisa kelebihan pasokan jadi harga terganggu," kata Hendra.
Namun, dirinya juga tidak bisa memungkiri apabila nantinya HBA tersebut bisa terperosok di bawah USD 100 juta ton. "Ada kekhawatiran begitu. Kita tidak bisa prediksi karena banyak faktor, cuaca. Itu susah," kata Hendra.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement