Sukses

IMF: Inflasi Venezuela Capai 10 Juta Persen di 2019

Ekonomi negara sosialis Venezuela terus meroket ke arah inflasi.

Liputan6.com, Caracas - Kondisi ekonomi Venezuela terus meroket ke arah inflasi. Jika tahun ini inflasi Venezuela diprediksi mencapai 1,37 juta persen, tahun depan akan mencapai 10 juta persen.

Dilansir dari Bloomberg, laporan yang diterbitkan IMF pada Selasa (9/10/2018). Pemerintah Venezuela juga dianggap gagal menutup shortfall anggaran dengan cara mencetak uang. Solusi yang dipakai oleh pemerintahan sosialis Nicolas Maduro memang berupa mencetak uang baru dengan angka nol lebih sedikit (denominasi).

Solusi lain Maduro dalam melawan inflasi adalah menaikkan upah minimum berkali-kali sejak ia menjabat sebagai presiden, langkah ini diambil sekaligus sebagai taktik politik. Sayangnya, yang terjadi malah meluasnya PHK karena banyak perusahaan yang tak mampu memberi upah.

IMF turut menyebut harga konsumen akan naik 10 juta persen pada tahun depan. Eksodus massal rakyat Venezuela ke negara-negara tetangga pun telah terjadi.

Masih menurut IMF, GDP akan turun sampai 18 persen. Penurunan dua digit ini adalah tahun ketiga secara berturut-turut di ekonomi Venezuela.

Sementara, minggu ini, Pertemuan Tahuan IMF dan Bank Dunia 2018 dilaksanakan di Bali. Masalah di Venezuela kemungkinan akan dibahas, sebab pertemuan tersebut selalu membahas isu ekonomi terkini, serta masalah kemiskinan.

2 dari 5 halaman

Pembahasan Pertemuan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali

Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali sudah di depan mata. Persiapan dilaksanakan dengan maksimal sembari menanti sosok seperti Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell, CEO Alibaba Jack Ma, dan 13 ribu delegasi asing dari seluruh dunia akan hadir.

Mengingat begitu banyak orang berpengaruh yang hadir, pariwisata Bali pun diharapkan akan meningkat pesat ke depannya. Namun, meski para tamu akan menikmati pesona Bali, tetapi masalah bergejolaknya ekonomi global tetap perlu dibahas.

Pasalnya, Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia selalu membahas isu ekonomi terkini. Maka, tak pelak jika dunia mengawasi acara ini.

Dari sekian banyak agenda dan pembicara di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, kira-kira apa saja yang akan menjadi bahasan utama? Berikut tiga prediksinya.

3 dari 5 halaman

1. Presiden Trump dan Tiongkok

Menurut New York Times, terdapat setidaknya tiga poin yang dibahas. Pertama adalah naiknya tensi antara AS dan Tiongkok. Kedua negara sedang perang dagang dalam bentuk tarif. Negara-negara lain ikut cemas karena perang dagang ini sulit diprediksi arahnya. 

Presiden Donald Trump berhasil merevisi beberapa perjanjian dagang dengan sejumlah negara, seperti Meksiko dan Kanada. Dan dengan menguatnya hubungan AS dan Korea, Trump diperkirakan berusaha mengajak koalisinya untuk mengisolasi Tiongkok demi mendorong perubahan bisnis dan dagang di negara tersebut.

4 dari 5 halaman

2. Perdagangan untuk Segala Bangsa

Selanjutnya yang diperkirakan akan dibahas oleh Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde ialah masalah dagang dan pengaruhnya dalam mendorong pertumbuhan seluruh bangsa, bukan sebaliknya.

Sekadar pengingat, sebelumnya Presiden Joko Widodo memberikan pidato mengenai perdagangan yang berkelanjutan di pertemuan OPEC pada September lalu. Jokowi menolak pemikiran bahwa perlu ada pihak yang kalah demi mencapai kesuksesan, ia menyebut pemikiran itu sebagai "Thanos".

"Thanos ada dalam diri kita semua. Thanos adalah kepercayaan sesat bahwa agar kita sukses, yang lain harus menyerah," ucap Jokowi.

5 dari 5 halaman

3. Krisis Ekonomi

Terakhir namun tak kalah penting, bahasan mengenai risiko krisis ekonomi diprediksi akan dibahas. Sebelumnya, IMF telah lebih dulu mengingatkan mengenai krisis pada Laporan Stabilitas Finansial Global.

Dilansir dari Market Watch, pada 2 Oktober 2018 kemarin, Lagarde mengaku sudah melihat tanda-tanda akan potensi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang memberi dampak ke banyak negara di dunia.

"Untuk kebanyakan negara, sekarang sudah makin sulit untuk menunaikan janji kesejahteraan yang lebih besar, sebab cuaca ekonomi global mulai berubah," ujar Lagarde dalam pidatonya.Â