Sukses

Pemerintah Diminta Terbuka soal Penyusunan Aturan e-Commerce

Riset terbaru McKinsey & Company menyatakan jika saat ini Indonesia menjadi pasar perdagangan online terbesar di Asia Tenggara dengan nilai sekitar USD 2,5 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Masuknya investasi Amazon hingga Rp 14 triliun yang merupakan pemain global semakin menunjukkan besarnya potensi perkembangan teknologi digital Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi e-commerce Indonesia (iDea) Ignatius Untung mengatakan, sejalan dengan hal tersebut, riset terbaru McKinsey & Company menyatakan jika saat ini Indonesia menjadi pasar perdagangan online terbesar di Asia Tenggara dengan nilai sekitar USD 2,5 miliar.

Bahkan diproyeksikan akan naik mencapai USD 20 miliar pada 2022. Secara makro, perdagangan online juga telah menciptakan 4 juta lapangan pekerjaan dan diperkirakan mencapai 26 juta pada 2022.

"Melihat potensi ekonomi mikro dan makro ini, tentunya dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah masih sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensinya. Salah satunya melalui regulasi yang dapat menciptakan equal playing field bagi ekosistem perdagangan online, termasuk pelaku industri dan konsumen," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (9/10/2018).

Dia mengungkapkan, pada 2015 pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perdagangan Elektronik (e-commerce).

Namun, tiga tahun bergulir hingga memasuki tahap finalisasinya, penyusunan RPP e-commerce tampaknya tidak tersorot publik luas. 

Naskah terbaru RPP e-commerce juga tidak kunjung diperlihatkan kembali kepada para pelaku industri, sebagai pihak yang terkena dampak langsung dari regulasi tersebut dan wadah bernaungnya jutaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang terkait.

“Potensi industri e-commerce dan perkembangan yang terjadi saat ini sangat besar. Sehingga regulasi juga seharusnya up to date dan mampu mendukung ekosistem bisnis ini. Sudah cukup lama sejak terakhir kami lihat draf RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin-poin masukan kami di FGD dahulu," ungkap dia.

Sementara itu, pakar hukum tata negara, Bilal Dewansyah menilai, seharusnya sebuah pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) mengandung asas keterbukaan dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan, hingga pengesahan.

“Ada amanat di bawah Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2011 yang kemudian dipertegas lewat peraturan presiden (PP) yang mewajibkan uji publik dan penyebarluasan naskah peraturan sejak rancangan dimulai. Sehingga stakeholders pun dilibatkannya sejak awal juga," kata dia.

Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah bersikap lebih transparan terhadap RPP yang sedang digarap, baik kepada pelaku industri maupun masyarakat luas.

“Kalau memang itu dilakukan, harusnya fase penyebarluasan wajib dilakukan. Itu adalah suatu kewajiban bagi pemerintah dan hak bagi para pelaku industri. Sedangkan bagi masyarakat luas hal ini merupakan bagian dari bentuk partisipasi publik," tandas dia.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

 

2 dari 2 halaman

Produk Lokal Masih Lebih Dominan di Bisnis E-Commerce Indonesia

Co-Founder dan Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid, menyatakan jumlah produk lokal di sektor bisnis e-commerce Indonesia saat ini masih lebih banyak dibanding produk impor dari luar negeri.

Untuk mendorong agar pelaku UMKM dalam negeri bisa merambah ke sektor ekspor, ia mengatakan, pelaku e-commerce Indonesia tengah menjajaki kerja sama dengan pihak luar untuk menggenjot produk lokal bermain di pasar global.

"Seperti contoh, Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI) bekerja sama dengan Jumia dari Afrika. Jumia sebagai pemasar di sananya, sehingga merchant-merchant di Bukalapak bisa kerja sama dengan e-commerce asing," terang dia di sela-sela penyelenggaraan IMF-WBG di Sofitel Hotel, Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).

Dia kemudian menegaskan, produk UMKM lokal bisa bersaing di pasar internasional jika posisi dalam negerinya pun sudah kuat. "Adapun cara supaya bisa ngurangin impor salah satunya dengan memperkuat produk lokalnya sendiri," imbuh dia.

Namun begitu, ia coba menengahi anggapan mayoritas produk di pasar e-commerce Indonesia kini lebih dikuasai oleh barang dari luar negeri.

"Ini juga yang suka miskonsepsi, karena beberapa regulator menganggap bahwa e-commerce itu mayoritas asing, barangnya juga impor. Saya enggak tahu itu data dari mana sebenarnya. Kayak contoh di Bukalapak, kita pernah survei sekilas, itu masih lebih banyak barang lokal," urainya.

"Saya enggak tahu seluruh platform, tapi tetap masih lebih banyak yang lokal," dia menambahkan.

Secara perhitungan, dia menyebutkan, 60 persen pasaran e-commerce dalam negeri masih dikuasai produk lokal, dan hanya 40 persen yang didatangkan dari luar. Akan tetapi, ia melanjutkan, produsen yang ikut langsung berperan di pasaran online saat ini jumlahnya cenderung masih sedikit.

"Untuk yang lokal ini cenderung masih sedikit persentase yang produsen. Jadi banyak juga yang reseller, tapi reseller barang lokal, kayak jualan sambel atau jualan kerajinan lokal," kata Fajrin.

Lebih lanjut, Fajrin menerangkan, pelaku di pasar e-commerce Indonesia bisa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis. Yakni, reseller barang impor, lalu reseller barang lokal, serta produsen langsung.

"Ini (produsen langsung) memang masih sedikit. Kalau ngomongin jumlah, berapa jumlahnya, mungkin baru sekitar 10-20 persen," papar dia.

Oleh karena itu, dia mengajak pemerintah selaku pembuat regulator untuk coba mengedepankan peran reseller lokal tersebut.

"Karena reseller lokal ini merupakan sesuatu yang mungkin bagus juga buat pemerintah, karena dia memberdayakan produsen lokal. Dengan adanya reseller lokal ini, produsen lokal omzetnya juga bisa bertambah," ujar dia.

Video Terkini