Liputan6.com, Nusa Dua - Perang dagang yang terus mencuat di beberapa negara nampaknya menjadi perhatian khusus bagi IMF. Dikhawatirkan, perang dagang ini justru semakin memperburuk pertumbuhan ekonomi di dunia.
Managing Director IMF Christine Lagarde dalam forum diskusi di pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia meminta kepada semua pihak untuk segera mengakhiri perang dagang ini.
"Kita perlu bekerja sama untuk segera mengakhiri atau mengurangi perang perdagangan saat ini dan masuk ke dalam diskusi yang konstruktif. Harapan saya kita mulai tingkatkan dan perluas perdagangan," kata Lagarde di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Lagarde mengusulkan daripada sibuk memikirkan strategi perang dagang, lebih baik memanfaatkan kerja sama perdagangan luar negeri seperti TPP, memaksimalkan kerja sama AS-Meksiko-Kanada, dan lain sebagainya.
Tak hanya negara-negara kawasan, Lagarde juga menginginkan semua negara di dunia untuk saling bergandengan untuk memodernisasi dan memperbaiki perdagangan global. "Bukan malah merusaknya," tegas dia.
Selanjutnya, untuk memperkuat perdagangan global itu sendiri, pemerintah masing-masing negara juga harus memiliki komitmen dan orientasi global dalam menentukan kebijakan perdagangan.
"Perdagangan telah membantu mengubah dunia kita hingga saat ini, seperti dengan meningkatkan produktivitas, menyebarkan teknologi baru, dan membuat produk lebih terjangkau," Lagarde mengakhiri. (Yas)
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
IMF: Perang Dagang AS-China Bikin Dunia Lebih Miskin dan Berbahaya
Sebelumnya, dalam penilaian terakhirnya terhadap ekonomi global, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berisiko menjadikan dunia "lebih miskin dan berbahaya".
IMF telah menurunkan ramalannya untuk pertumbuhan global tahun ini dan tahun depan.
Dikatakan pula bahwa perang dagang besar-besaran antara kedua negara akan menempatkan bentrokan signifikan dalam pemulihan ekonomi global.
Para ekonom utamanya mengatakan hambatan perdagangan lebih lanjut akan memukul sektor rumah tangga, bisnis, dan ekonomi yang lebih luas. Demikian dikutip dari BBC pada Selasa 9 Oktober 2018.
"Kebijakan perdagangan mencerminkan peta politik yang tidak tenang di beberapa negara, menimbulkan risiko lebih lanjut," kata Maurice Obstfeld, Kepala Ekonom IMF.
Baru-baru ini, China mengumumkan tarif perang dagang baru pada seluruh barang AS senilai US$ 60 miliar (setara Rp 913 triliun, dengan kurs Rp 15.228 per 1 dolar), termasuk produk-produk seperti gas alam cair, yang diproduksi di negara-negara yang setia kepada Presiden Donald Trump.
Dalam sebuah twit, Presiden Trump memperingatkan Beijing untuk tidak berusaha memengaruhi pemilihan paruh waktu AS, yang akan berlangsung pada 6 November mendatang.
"Akan ada pembalasan ekonomi yang besar dan cepat terhadap China jika petani kita, peternak, atau pekerja industri menjadi sasaran!" tegas Trump.
Tarif perang dagang AS atas impor China senilai US$ 200 miliar (setara Rp 3.045 triliun) mulai berlaku bulan lalu.
Pertumbuhan ekonomi global sekarang diperkirakan mencapai 3,7 persen pada 2018 dan 2019, turun dari prediksi IMF sebelumnya, sebesar 3,9 persen pada Juli.
Dikatakan, risiko terhadap prospek jangka pendek telah "bergeser ke sisi negatifnya".
Turunnya pertumbuhan global juga mencerminkan prediksi ekspansi yang lebih lambat di zona euro, serta turbulensi di sejumlah negara berkembang.
Venezuela yang dilanda krisis diperkirakan akan memasuki tahun keenam resesi pada 2019, dengan inflasi diprediksi mencapai 10 juta persen tahun depan.
Argentina, yang baru-baru ini menyetujui dana talangan (bailout) IMF, juga diprediksi akan mengalami penyusutan ekonomi pada 2018 dan 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement