Liputan6.com, Jakarta Kondisi yang terjadi di Indonesia dikhawatirkan berdampak terhadap produksi padi nasional. Mulai dari kemarau, bencana yang melanda sentra produksi pangan hingga fenomena El Nino yang bakal terjadi pada November 2018 hingga Maret 2019 juga dikhawatirkan membuat produksi pangan nasional turun.
Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori mengatakan, kemarau panjang yang diikuti El Nino jelas bukan situasi yang bersahabat bagi pertanian seperti padi. Ini karena padi merupakan komoditas yang membutuhkan banyak air dalam pengembangannya.
Advertisement
Baca Juga
“Padi itu salah satu tanaman pangan yang membutuhkan banyak air,” ujar dia.
Curah hujan yang akan menyusut mengingat musim kemarau disusul dengan adanya El Nino, membuat sawah-sawah yang mengandalkan perairan dari air hujan, berproduksi tidak optimal.
Ketidakoptimalan panen di tahun depan pun terlihat, dengan banyaknya sawah yang rusak di daerah-daerah terdampak bencana. Padahal, daerah terkena bencana, yaitu Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan lumbung padi yang jika dikalkulasi produksinya bisa mencapai 3 juta ton tiap tahunnya.
“Kalau rusak setengahnya saja, bisa kehilangan potensi 1,5 juta ton padi,” kata Khudori.
Akademisi ini juga ragu jika kekeringan dan bencana tak pengaruhi stok pangan nasional. “Dari beberapa lembaga menyatakan, koreksi terhadap produksi padi itu ada yang 13 persen, 17 persen sampai 37 persen,” tuturnya.
Pengamat pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan senada. Kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik.
Bagian utara Khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan.
Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.
Pakar agroklimatologi ini memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 harian pertama bulan November. Sayangnya, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu.
Puluhan Hektare Lahan Pertanian di Garut Utara Terancam Puso
Akibat kemarau berkepanjangan, puluhan hektare lahan pertanian khususnya padi dan kolam ikan di wilayah Garut Utara, Jawa Barat terancam puso alias gagal panen akibat semakin menipisnya cadangan air.
"Saya terpaksa nyuci dan mandi di Sungai Cianten ini, karena ketersediaan air sumur sudah mulai surut," ujar Ai Hani (28), warga Kampung Cianten, Desa Cigawir Kecamatan Selaawi, Garut, Rabu (10/10/2018).
Menurutnya pasokan air sumur saat ini hanya mampu menutupi kebutuhan air masak dan minum, sedangkan untuk kebutuhan mencuci, mandi hingga lainnya terpaksa menggunakan air sungai yang jaraknya hingga 1 kilometer itu.
"Awalnya saya berspekulasi menanam padi dengan harapan segera turun hujan, sekarang malah kering kerontang," ujar Usep (41), keluhan warga lainnya yang berasal dari desa Surabaya Kecamatan Limbangan.
Baca Juga
Menurut dia, akibat kemarau yang telah berlangsung sekitar lima bulan ini, menyebabkan lahan pertanian padi miliknya yang baru berumur dua bulan mengering. "Kalau sudah mati seperti ini, paling juga hanya bisa buat pakan kambing," ujar dia memelas.
Akibat gagal panen itu, Usep mengaku mengalami kerugian hingga Rp 3 juta dari bibit dan pupuk yang telah disebar di lahan pertanian miliknya yang sudah kering terbelah itu. "Saya juga bingung saat hujan tiba, sebab modal untuk tanam sudah habis," ungkap dia.
Tidak hanya lahan pertanian padi, kekurangan pasokan air ikut menjalar lahan kolam ikan milik warga. Marfuah, (59) mengaku tiga kolam miliknya saat ini mengalami kekeringan, hingga bibit ikan yang telah ditebar pun mati.
"Ikannya masih kecil tapi sudah banyak yang mati akibat kurang air, saya bagikan saja ke tetangga," ujar dia kecewa.
Advertisement