Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan jika kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) layer cukai rokok menjadi bagian dari strategi pemerintah mengurangi konsumsi di masyarakat.
"Kami konsisten dalam tiga tahun ini, karena roadmap-nya bertujuan mengurangi konsumsi rokok," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi seperti mengutip Antara, Minggu (14/10/2018).
Baca Juga
Dia mengatakan, pemerintah akan tetap konsisten menjalankan roadmap simplifikasi tarif cukai sesuai Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.
Advertisement
Sesuai dengan roadmap tersebut, jumlah layer cukai rokok akan dipangkas secara bertahap dari 12 layer pada 2017 menjadi sepuluh layer pada 2018.
Selanjutnya, jumlah layer akan dipangkas lagi menjadi delapan layer di tahun 2019, enam layer di 2020 dan lima layer di 2021.Â
Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menyatakan kebijakan yang dibuat Kementerian Keuangan sudah tepat.
Wacana kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai dinilai tidak perlu dilakukan. Jika kebijakannya direvisi, maka tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Kami ingin meyakinkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan cukai agar konsisten dengan yang sudah diputuskan, karena PMK sudah keluar," kata Abdillah.
Menurutnya, kebijakan penyederhanaan layer cukai sudah memiliki kekuatan hukum tetap, apabila PMK direvisi, maka dapat menciptakan polemik di masyarakat.
Penyederhanaan tarif cukai rokok akan menutup celah bagi pabrikan besar membayar tarif lebih rendah dari ketentuan golongannya.
Penyederhanaan struktur cukai rokok juga membuat pabrikan besar tidak bisa lagi membayar tarif cukai yang rendah. Dengan demikian, persaingan industri rokok akan menjadi lebih adil.
Pemerintah Diminta Tak Revisi Aturan Simplifikasi Cukai
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta untuk tetap mempertahankan peta jalan (roadmap) penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.
Konsistensi aturan ini penting demi menciptakan kepastian usaha bagi semua pihak. Terlebih, kebijakan penyederhanaan ini sudah melalui kajian yang matang, serta melalui diskusi dan sosialisasi yang cukup lama.
Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan kebijakan penyederhanaan yang dibuat Kementerian Keuangan sudah tepat. Jika direvisi, maka kebijakan ini tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Kami ingin meyakinkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan cukai agar konsisten dengan yang sudah diputuskan. Karena kan PMK sudah keluar. Kalau dicabut dan diperlemah, maka kalangan masyarakat sipil akan mempertanyakan. Ada apa di balik itu?" kata Abdillah di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
PMK 146/2017 menyederhanakan struktur tarif cukai rokok berjumlah 10 pada 2018. Dari 2019 sampai 2021 mendatang, tarif cukai rokok juga disederhanakan setiap tahunnya menjadi, 8, 6, dan 5 lapisan. Adapun pada 2017 lalu, tarif cukai rokok mencapai 12 lapisan.
Dia juga menambahkan, revisi PMK justru akan menciptakan polemik besar di publik. "Kami tidak setuju jika ada revisi karena pemerintah sudah mengeluarkan perencanaan yang berkekuatan hukum tetap melalui peraturan menteri keuangan," ujar Abdillah.
Menurut Abdillah, penyederhanaan tarif cukai rokok akan menutup celah bagi pabrikan besar untuk membayar tarif lebih rendah dari ketentuan golongannya. "Kalau semakin rumit, hasilnya tidak akan optimal. Untuk kebijakan publik, yang lebih sederhana yang lebih baik," tambahnya.
Dukungan konsistensi pelaksanaan roadmap penyederhanaan tarif cukai juga disampaikan Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo. Menurut dia, penyederhanaan tarif cukai akan meningkatkan pendapatan negara yang dapat dipakai menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Dengan menyederhanakan tingkat tarif cukai rokok, Indonesia sangat mungkin terselamatkan dari masalah beban biaya kesehatan sekaligus tingginya prevalensi perokok yang merupakan calon peserta yang akan melakukan klaim kesehatan dari penyakit berat," jelas dia
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber; Merdeka.com
Advertisement