Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) belum menghentikan serangan perang dagang terhadap beberapa negara mitranya.
Indonesia sendiri sempat terkena ancaman perang dagang, dengan dicetuskannya pencabutan status Generalized System of Preference (GSP) dari pemerintah AS.
Generalized System of Preference (GSP) ini merupakan negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin. AS berencana mencabut 124 tarif barang RI yang sebelumnya memperoleh GSP.
Advertisement
Baca Juga
Tidak hanya Indonesia, AS juga gencar melakukan serangan perang dagang dengan mitra Indonesia yaitu China. Hal ini mulanya dikhawatirkan akan merugikan Indonesia. Namun, hal ini nampaknya belum berdampak pada neraca perdagangan Indonesia terhadap AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan sebesar USD 0,23 miliar atau sekitar USD 227 juta. Dua negara penyumbang surplus terbesar adalah AS dan India.
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mengalami surplus sebesar USD 6,3 miliar. Sedangkan terhadap India surplus USD 895 juta.
"Negara yang mengalami surplus neraca perdagangan surplus yang tinggi itu India dan AS," ujar Yunita di Kantor BPS, Jakarta, Senin 15 Oktober 2018.
Yunita mengatakan, surplus Indonesia terhadap Amerika Serikat jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Sebab pada tahun lalu, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai US 7,16 miliar.
"Memang kalau dibanding 2017 yang ke Amerika Serikat surplusnya mengalami penurunan. Kalau 2018 surplusnya tinggi yaitu USD 7.166 juta," jelasnya.
Sementara itu selain AS dan India, Indonesia juga mengalami surplus perdagangan terhadap Belanda. "Yang lain yang surplus itu ke Belanda sebesar USD 2.030 juta. Turun dari 2017 yang sebesar USD 2.313 juta," ujar dia.
Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia dengan China masih melebar. Defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap China mencapai USD 13,96 miliar secara tahunan pada periode Januari hingga September 2018. "Jadi makin besar dibanding 2017 yang hanya sebesar USD 10,2 miliar," kata dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Ekspor RI Turun 6,5 Persen pada September 2018
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada September 2018 turun 6,58 persen dibanding Agustus 2018. Pada Agustus ekspor tercatat sebesar USD 15,87 miliar, sementara pada September sebesar USD 14,83 miliar.
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, jika dibandingkan ekspor pada September 2017 maka ekspor bulan lalu naik sebesar 1,7 persen. Di mana pada periode yang sama tahun lalu ekspor tercatat sebesar USD 14,58 miliar.
"Dibandingkan ekspor September 2017 turun sebesar 1,7 persen. September 2017 ekspor sebesar USD 14,58 Miliar," ujar Yunita di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin 15 Oktober 2018.
Yunita mengatakan, beberapa sektor yang mengalami penurunan adalah industri pengolahan turun sebesar 7,66 persen. Ekspor barang yang turun adalah pakaian jadi, lagam dasar, kimia dasar organik dan peralatan listrik.
"Untuk sektor ini jika dibandingakan dengan tahun lalu di September naik sebesar 2,48 persen. Disumbang oleh besi baja, kimia dasar organik," jelasnya.
Sementara itu, sektor pertanian naik 5,46 persen secara month to month (mtm). Secara year on year naik sebesar 0,99 persen. Selanjutnya, sektor pertambangan lainnya naik 2,89 persen secara mtm disumbang oleh biji tembaga dan biji logam lainnya.
"Ekspor nonmigas menyumbang 91,86 persen dari total ekspor di September 2018," ujar Yunita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement