Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat tipis pada hari Senin dipicu ketegangan geopolitik atas lenyapnya seorang wartawan di konsulat Arab Saudi di Istanbul, yang telah memicu kekhawatiran tentang pasokan minyak dari Riyadh. Harga minyak masih dibebani kekhawatiran atas prospek permintaan jangka panjang.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir dari Reuters, Selasa (16/10/2018), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember naik USD 35 sen menjadi USD 80,78 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik USD 44 sen menjadi USD 71,78 per barel.
Pekan lalu, kedua kontrak turun lebih dari 4 persen karena pasar saham Amerika Serikat (AS) jatuh. Namun, meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS, konsumen minyak utama dunia, dengan Arab Saudi, salah satu produsen minyak mentah terbesar, mendukung harga pada Senin.
Riyadh telah berada di bawah tekanan sejak jurnalis Jamal Khashoggi, seorang kritikus kerajaan yang merupakan warga AS, menghilang pada 2 Oktober setelah mengunjungi konsulat Saudi di Istanbul.
Presiden AS Donald Trump telah mengancam "hukuman berat" jika ditemukan bahwa Khashoggi terbunuh di konsulat.
Arab Saudi mengatakan akan membalas tindakan apa pun terhadapnya atas kasus Khashoggi, kantor berita negara SPA melaporkan pada hari Minggu, mengutip sumber resmi.
Ketegangan ini terjadi pada saat yang kritis untuk pasar minyak global, yang menguatkan sanksi AS terhadap Iran karena mulai berlaku pada 4 November. AS masih berniat untuk memotong penjualan minyak Iran menjadi nol, utusan khusus Washington untuk Iran mengatakan pada hari Senin.
Turki dan Italia adalah pembeli terakhir minyak mentah Iran di luar China, India dan Timur Tengah, menurut data tanker dan sumber industri, tanda terbaru bahwa pengiriman mengambil pukulan besar dari sanksi menjulang.
Beberapa produsen bertujuan untuk meningkatkan produksi di tengah penurunan ekspor Iran, dengan Irak berencana untuk meningkatkan ekspor minyak dari pelabuhan di selatan menjadi 4 juta barel per hari (bpd) pada kuartal pertama 2019.
"Jika Saudi tidak datang untuk menyelamatkan ketika sanksi Iran terjadi maka itu akan membuaat pasar sangat kekurangan pasokan. Itu adalah ketakutan yang pada awalnya mendorong harga lebih tinggi, ”kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.