Sukses

RI Jadi Tuan Rumah Pertemuan Kelautan 2018 di Bali

Mulai dari sampah plastik, hingga isu pengawasan laut negara-negara di dunia akan menjadi bahasan rangkaian kegiatan OCC 2018.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah pertemuan Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang akan diselenggarakan di Bali pada 29-30 Oktober 2018. Ini merupakan pelaksanaan OOC ke-5, di mana tuan rumah pertama adalah Amerika Serikat (AS).

Acara ini akan  secara bersama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

"Ini duet maut antara KKP dan Kemenlu. Negara-negara lain itu takut kalau mau ganggu sovereignity kita. Apalagi negara di Asia Tenggara takut dengan Ibu Menlu. Ini duet maut beneran. Kita akan terus upayakan supaya Indonesia tidak jadi negara terbelakang," tutur Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Gedung KKP, Rabu (17/10/2018).

Mulai dari sampah plastik, hingga isu pengawasan laut negara-negara di dunia akan menjadi bahasan rangkaian kegiatan OCC 2018. Menlu Retno menjelaskan, Indonesia telah sampai pada tahap akhir untuk persiapan OOC sebagai tuan rumah.

"Bedanya untuk conference ini bukan hanya intergovermental saja tapi akan diikuti oleh multishareholder, semua terlibat. Dan bukan hanya agreement atau MoU yang dihasilkan tapi komitmen konkret negara peserta bagaimana memajukan isu ocean. Keywords-nya adalah komitmen konkret," jelas dia.

Menlu Retno menambahkan, akan ada 6 isu yang akan dibahas pada OOC 2018. Indonesia sebagai tuan rumah akan mengusulkan review mechanism untuk melacak (tracking) terkait isu kelautan bagi negara-negara peserta OOC.

"Ada 6 isu dan 6 tingkat kepala negara dan setingkatnya yang datang. Per kemarin yang sudah daftar via online ada 1.696 delegasi. Oleh sebab itu Indonesia akan usulkan adanya review mechanism dan directory of lesson learned. Bagaimana kita ukur komitmen ini sampai ke tahap implementasi," tandasnya.

 

2 dari 2 halaman

Daripada Illegal Fishing, Susi Tawarkan Nelayan Vietnam Investasi di RI

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menawarkan pengusaha atau nelayan Vietnam untuk menanamkan investasi pada sektor perikanan di Indonesia. Tawaran ini karena selama ini nelayan Vietnam merupakan salah satu pelaku illegal fishing di Indonesia.

Tawaran disampaikan Menteri Susi saat melakukan pertemuan bilateral dengan Deputy Minister of Agriculture and Rural Development Vietnam, Hoàng Văn Thắng pada Jumat (12/10/2018).

Pertemuan berlangsung di sela-sela Pertemuan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua Bali. Keduanya membicarakan peluang kerja sama Indonesia dan Vietnam di industri pengolahan perikanan.

Susi mengatakan, selama ini nelayan Vietnam merupakan salah satu pelaku illegal fishing di Indonesia. Banyak kapal dan nelayan Vietnam yang ditangkap karena melanggar aturan.

Terkait ini, ketimbang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia yang sudah dilarang dan dinyatakan ilegal, Menteri Susi menawarkan Vietnam untuk berinvestasi dan mendirikan pabrik di sektor pengolahan di Indonesia.

“Sekarang untuk processing (pengolahan) bisa 100 persen ownership foreigner (kepemilikan asing). Dan di beberapa wilayah bisa dapat tax holiday, insentif bea masuk, custom, dan insentif lainnya. Jadi tidak usah jauh tangkap ikan ke wilayah Indonesia, nanti menimbulkan masalah. Jadi beli saja (kepada nelayan Indonesia), proses, kemudian produknya ekspor ke Vietnam,” ungkap Menteri Susi dalam keterangannya, Minggu (14/10/2018).

Tawaran kerja sama ini menurut Menteri Susi juga merupakan apresiasi Indonesia atas menurunnya pelanggaran illegal fishing oleh Vietnam beberapa waktu terakhir.

Cara yang sama menurutnya telah berhasil dilakukan Indonesia dan Thailand. Setelah Thailand menghentikan kegiatan penangkapan di Indonesia dan membeli bahan baku kepada Indonesia, ekspor Indonesia ke Thailand naik hampir 1.000 persen.

Selain itu, hubungan kedua negara juga menjadi lebih baik. “Jadi lebih baik kita kerja sama lebih kencang dan makin baik,” lanjutnya.

Menteri Susi mencontohkan Jembrana, Bali yang kaya dengan ikan tongkol, lemuru, mackerel, dan berbagai jenis ikan lainnya. Pasalnya dalam sehari ada sekitar 100-150 ton ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, Jembrana.

Menurutnya ini merupakan peluang Vietnam untuk membuka pabrik pengolahan di sana. Menteri Susi juga mengatakan, di Indonesia saat ini ikan banyak dan harganya murah. Selain itu, banyak nelayan yang melakukan penangkapan sehingga Vietnam tak perlu khawatir kekurangan bahan baku.

Tak hanya di Jembrana, beberapa daerah lain di Indonesia juga sangat potensial untuk pengembangan industri perikanan. “Sekarang silakan datang ke Papua dan Maluku, itu ikannya banyak sekali. Hanya perlu pabrik dan uang untuk beli. Nelayan kita banyak,”katanya.

Terkait hal tersebut, Hoàng Văn Thắng menyatakan sepakat dengan Menteri Susi. Beberapa tahun belakangan khususnya tahun ini, pemerintah Vietnam telah memperketat pengawasan terhadap kapal-kapal yang melanggar hukum dan memberi sanksi tegas terhadap pelaku.

Tujuannya untuk mengembangkan industri perikanan yang berkelanjutan. Terlebih lagi karena Vietnam baru saja diberi kartu kuning oleh Uni Eropa karena permasalahan illegal fishing.

Namun di samping menegakkan aturan, menurutnya pemerintah Vietnam juga harus mencarikan solusi bagaimana menciptakan situasi kondusif bagi nelayan agar mereka bisa bertahan hidup.

Untuk itu, Vietnam menyambut baik tawaran kerja sama dari Indonesia. Peluang ini dapat dimanfaatkan Vietnam untuk menghasilkan produk perikanan guna memenuhi kebutuhan hidup 100 juta lebih penduduk Vietnam.

“Kalau saya kembali ke Vietnam, saya akan diskusikan dengan pengusaha-pengusaha Vietnam di bidang ini. Dan setelah ini, saya akan sampaikan apa yang kita bicarakan ini kepada Menteri kami (Minister of Agriculture and Rural Development of Vietnam),”tutur Hoàng Văn Thắng.

Video Terkini