Sukses

Pengusaha Siap Jalankan Putusan Pemerintah soal UMP 2019

Kemnaker telah menetapkan acuan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2019 sebesar 8,03 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) telah menetapkan acuan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2019 sebesar 8,03 persen. Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya siap menjalankan keputusan pemerintah tersebut.

Hal tersebut, kata dia merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.

"So far, kita mau tidak mau mendukung itu. Itu kan konsensus lama sejak tahun 2015 kan? Dan memang harus kita dukung supaya kepastian terhadap overhead cost kita itu setiap tahun itu tidak volatile banget. Saat ini ditetapkan 8,03 persen, ya oke kita dukung itu," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Dia mengakui kenaikan UMP 2019 memang masih menuai penolakan dari sebagian pekerja. Karena itu, dia berharap agar pemerintah dapat segera menindaklanjuti aspirasi tersebut.

"Yang menjadi masalah rekan-rekan pekerja sebagian belum bisa menerima angka itu. Kemudian ingn di-upgrade sampai 25 persen. Itu yang harus kita bahas segera," ungkapnya.

"Supaya tidak saling, ya tidak ada hubungan yang tidak harmonis antara pekerja dan pengusaha. Kalau di sisi PP 78 kita dukung. Kita ingin ada perbaikan di masa depan, tapi saat ini belum ada perbaikan, kita lakukan saja seperti yang diminta Pemerintah," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Tuntut UMP 2019 Naik 25 Persen

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan UMP 2019 sebesar 25 persen. Angka ini jauh di atas kenaikan yang telah ditetapkan sebesar 8,03 persen.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan pihaknya menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen sebagaimana yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018.

Dia menuturkan, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. Hal ini karena kenaikan harga barang, antara lain beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah, kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen.

Lebih lanjut dia menegaskan, idealnya kenaikan upah minimum pada 2019 adalah sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar itu didasarkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI-KSPI di beberapa daerah.

"Kenaikan upah minimum sebesar 20-25 persen kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi - Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," ujar dia di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Oleh karena itu, Said meminta agar kepala daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah minimum.

"Sebab, acuan yang benar adalah menggunakan data survei Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," kata dia.

‎Sebagai informasi, kenaikan 8,03 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Sejak diterbitkan pada 2015, KSPI sudah menolak PP 78/2015 karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang ini, kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).

 

Video Terkini