Sukses

5 Risiko Terbesar yang Dihadapi Investor pada 2019, Apa Saja?

Ada seorang ekonom yang prediksinya selalu tepat sasaran. Bagaimana prediksinya untuk 2019?

Liputan6.com, Jakarta - Sulit memprediksi apa yang akan terjadi di dunia ekonomi. Bahkan Alan Greenspan tidak menyangka akan ada resesi global, padahal dia memimpin Bank Sentral AS selama hampir dua dekade.

Jika dilihat dari rekam jejak, ada seorang ekonom yang prediksinya selalu tepat sasaran. Dia adalah Christophe Barraud yang menjabat sebagai ekonom kepala di Market Securities.

Dikutip dari laporan Business Insider, Jumat (19/10/2018), Barraud mendapat gelar sebagai prediktor paling akurat di Amerika Serikat (AS) selama enam tahun berturut-turut.

Tak hanya di AS, prediksinya di Uni Eropa dianggap yang terbaik sejak 2015 dan paling akurat di China pada 2017.

Mengingat tahun 2019 yang sudah kurang dari dua bulan lagi, Barraud memberikan prediksinya di dunia ekonomi. Berikut rangkuman lima prediksinya tentang ekonomi dunia pada 2019.

1. Perang Dagang Masih Jadi Isu Utama

Perang tarif dagang antara AS dan China masih menjadi isu panas pada 2019. Tahun ini saja, AS sudah memberikan impor tarif barang-barang China senilai USD 250 miliar atau hampir setengah nilai barang impor AS dari China.

Barraud sampai mengatakan, ekspektasi yang muncul pada perdagangan tahun depan masih terlalu optimistis, walau IMF telah menurunkan ekspektasinya untuk tahun depan.

“Kami pikir bahwa sejak awal tahun, kebanyakan ekonom tidak terlalu mempertimbangkan dampak dari tarif dan fakta bahwa bisa saja muncul kejutan negatif di pertumbuhan dagang global,” ucapnya.

China sudah membalas tarif dagang AS dengan memberi tarif pada barang ekspor AS senilai USD 110 miliar. Namun, Barraud berpikir bahwa Trump masih bisa terus menambah tarif, terutama di sektor otomotif. Menurut dia, hal itu bisa menambah dampak negatif bagi ekonomi AS dan dunia.

2 dari 3 halaman

2. Suku Bunga AS Naik Empat Kali

The Fed turut menjadi perhatian Barraud. Ia percaya Bank Sentra AS akan terus menaikkan suku bunga, meskipun Presiden Donald Trump sudah terang-terangan menentang itu.

“Kami juga percaya bahwa Fed bisa memperlambat pertumbuhan dan akan terus mengencangkan kebijakannya. Kami berekspektasi ada tiga kenaikkan suku bunga dari sekarang ke Juni 2019, dan satu kenaikkan lagi dapat terjadi setelah Juni 2019,” ujar Barraud.

3. Minyak Iran dan Saudi

Minyak kembali menjadi isu utama. Harga minyak diprediksi terus menanjak karena kapasitas cadangan yang menurun.

Hal ini dipengaruhi karena efek sanksi terhadap ekspor Iran. Untuk diketahui, Presiden Trump selalu mengeluarkan retorika negatif pada Iran, dan sang presiden cenderung akrab dengan negara jazirah. Akan tetapi, situasi politik yang terjadi di Arab Saudi ditaksir turut dapat mengganggu persediaan minyak.

3 dari 3 halaman

4. Pertumbuhan Ekonomi AS Melambat

Ekonomi AS diprediksi tumbuh melambat dari sekitar 3 persen tahun ini menjadi 2,5 persen tahun depan. Barraud menyebut skenario tersebut bukanlah yang terburuk, hanya saja itu bisa memicu volatilitas di pasar keuangan

“Kami melihat obligasi bisa kena tekanan dan suku bunga dapat meningkat,” ucap Barraud.

Bila Bank Sentral AS terus-terusan menaikkan suku bunga, treasury bisa kena dampak keras karena harganya akan jadi makin murah.

5. Saham AS Masih Lebih Aman

Meski begitu, Barraud memastikan tidak akan resesi di AS, setidaknya sampai 2021. Untuk masalah saham, Barraud memberi rekomendasi saham AS ketimbang Eropa.

Menurutnya, kondisi politik yang terjadi di Benua Biru masih lebih parah ketimbang riuhnya pemilu midterm AS pada November mendatang. Beberapa isu politik di Eropa ialah masalah utang Italia, sampai realisasi Brexit yang belum kunjung selesai.