Liputan6.com, Beijing - Ekonomi China tumbuh melambat pada kuartal III 2018. Tampaknya perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi China.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini membukukan pertumbuhan ekonomi 6,5 persen pada kuartal III 2018. Pertumbuhan tersebut paling lemah sejak krisis keuangan global pada awal 2009. Pertumbuhan ekonomi itu bahkan di bawah harapan ekonom sekitar 6,6 persen.
Ekonomi China kehilangan momentum pada 2018 menyusul upaya pemerintah mencoba mengendalikan tingkat utang yang tinggi. Ditambah tekanan dari AS dengan penerapan tarif impor terhadap barang China sekitar USD 250 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintahan China tak berdiam diri. Para pejabat China keluarkan sejumlah kebijakan untuk topang pertumbuhan ekonomi mulai dari pemangkasan pajak, pengeluaran biaya infrastruktur dan kebijakan moneter yang lebih longgar.
"Kami pikir pelonggaran lebih lanjut masih akan diperlukan untuk stabilkan pertumbuhan," ujar Ekonom Senior Capital Economics, Julian Evans-Pritchard, seperti dikutip dari laman CNN Money, Jumat (19/10/2018).
Ia prediksi, perlambatan pertumbuhan ekonomi akan turun pada pertengahan 2019.
Sebelumnya pasar saham dan mata uang China dalam beberapa bulan terakhir terkena dampak kekhawatiran ekonomi dan perang dagang. Dengan rilis pertumbuhan ekonomi China pada Jumat pekan ini, pejabat ekonomi dan keuangan China berupaya berkoordinasi meredakan kekhawatiran investor.
Pimpinan Bank Sentral China, Yi Gang, menuturkan tekanan di pasar saham tidak mencerminkan keadaan ekonomi. Ia menilai, pergerakannya stabil bergerak maju. Yi Gang menuturkan, pemerintah akan ambil lebih banyak langkah untuk dukung ekonomi.
Hal senada dikatakan oleh regulator sekuritas dan perbankan China. Pada perdagangan Jumat sore waktu setempat, indeks saham Shanghai naik dua persen.
Ekonomi China Masih Sesuai Target
Meski pertumbuhan melambat, China masih berada di jalur untuk memenuhi target pertumbuhan pemerintah pada 2018 sekitar 6,5 persen. Sejumlah ahli pun meragukan ketepatan data ekonomi China yang resmi. Hal itu termasuk output listrik dan pengiriman kargo yang menggabarkan lebih jelas apa yang terjadi.
Adapun ketegangan perang dagang dengan AS kemungkinan bebani China pada kuartal mendatang. Pemerintahan AS di bawah pimpinan Presiden AS Donald Trump berencana menaikkan tarif impor barang China senilai USD 200 miliar dari 10 persen menjadi 25 persen pada akhir 2018.
Trump menyatakan pihaknya siap untuk menaikkan tariff secara efektif mencakup ekspor China ke AS yang lampaui USD 500 miliar pada tahun lalu.
Ekspor China tumbuh kuat pada September 2018. Namun, analis menuturkan, hal itu didorong perusahaan yang bergegas untuk mengirimkan barang sebelum tariff baru AS diberlakukan pada akhir bulan.
Para pejabat China mengakui bulan-bulan yang sulit terbentang untuk ekspor. Tekanan lebih lanjut mungkin berasal dari potensi perlambatan pertumbuhan global tahun depan. “Yang terburuk belum datang,” ujar Ekonom Daiwa Capital, Kevin Lai.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement