Sukses

Dibangun 1923, PLTA Bengkok Tetap Beroperasi Optimal hingga Kini

PLN masih mengoperasikan pembangkit berusia tua untuk memenuhi kebutu‎han listrik, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok

Liputan6.com, Bandung - PT PLN (Persero) masih mengoperasikan pembangkit berusia tua untuk memenuhi kebutu‎han listrik, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Dago Bandung buatan 1923.

Direktur Sumber Daya Mineral dan Administrasi Indonesia Power,‎ Okto Rinaldi, mengatakan saat industri mulai mengarah ke digital, PLN masih mengoperasikan pembangkit warisan Belanda, yaitu PLTA Bengkok dengan kapasitas 3,15 Mega Watt (MW). 

"PLTA Bengkok adalah pembangkit dimiliki PLN melalui Indonesia Power," kata Okto, di PLTA Bengkok, Bandung, Jumat (19/10/2018).

Meski terbilang lawas, listrik dari pembangkit tersebut menjadi andalan yang  masuk ke sistem jaringan Jawa Bali. PLTA tersebut masih  ‎beroperasi maksimal dengan mengandalkan air dari sungai Cikapunding yang mengalir di kota Bandung.

"Dibangun 1923 Ini andalan kami, karena Industri 4.0 di depan mata tapi warisan tempo dulu masih dipertahankan‎," tutur dia.

Okto berharap, PLTA lawas yang ada dioperasikan Indonesia Power tetap beroperasi optimal, sebab pembangkit tersebut dapat mendukung program pemerintah menggenjot penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada sektor kelistrikan.

‎"Harapannya PLTA  semua unitnya memanfaatkan EBT tetap terjaga. Komitmen penuh dari Indonesia Power menjaga pasokan listrik nusantara," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Ada PLTA Terbesar di Sumut, RI Bisa Hemat Rp 5 Triliun per Tahun

Sebelumnya, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) memastikan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru tetap berlanjut meski mendapat penolakan dari penggiat lingkungan. PLTA swasta terbesar di Sumatera Utara (Sumut) ini ditargetkan selesai pada 2022.

Senior Advisor Bidang Lingkungan NSHE Agus Djoko Ismanto mengungkapkan, PLTA berkapasitas 4×127,5 Mega Watt (MW) ini berlokasi di Sungai Batang Toru, Desa Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumut.

Area konstruksi PLTA Batang Toru terletak di Kecamatan Marancar, Sipirok, dan Batang Toru. Lahan yang digunakan sebagai lokasi dari PLTA Batang Toru berada pada lahan dengan status Areal Pengunaan Lain (APL).

"Area yang kami mau bangun PLTA didominasi lahan perkebunan karet, kelapa sawit, ladang, lahan pertanian. Bukan hutan lindung dan tidak ada pemukiman warga," tegas Agus saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengklaim, proyek pembangunan PLTA Batang Toru tidak mengganggu lingkungan karena sudah ada fragmentasi habitat secara alami oleh Sungai Batang Toru. Sungai sepanjang 174 km ini memisahkan habitat satwa liar di blok Timur dan Barat.

"Area ini juga bukan tempat yang disukai orangutan karena dikelilingi lereng terjal, dan bukan kawasan konservasi," ujarnya.

Lebih jauh Agus menjelaskan, NSHE telah memperoleh izin lokasi dari Pemerintah Daerah (Pemda) Tapanuli Selatan seluas 7.000 hektare (ha). Lahan itu digunakan untuk melakukan survei, menentukan lokasi proyek dan perencanaan lainnya.

Luas lahan yang dibutuhkan dan telah dibebaskan dari masyarakat untuk pengerjaan proyek ini, diakuinya, seluas 566,3 ha atau 9 persen dari total izin lokasi 7.000 ha. Sisanya 91 persen akan dikembalikan ke Pemda Tapanuli Selatan.

"Kami sebut PLTA ini irit lahan," ujarnya.

Dari total lahan 566,3 ha atau 5,66 juta meter persegi (m2), di antaranya untuk pembangunan bendungan atau DAM seluas 70 ribu m2, sedangkan luas genangan 900 m2. Untuk pembangunan jalan untuk proyek PLTA Batang Toru seluas 2,66 juta m2.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini: