Sukses

Pembangunan Pabrik Bikin Lahan Baku Sawah Turun Jadi 7,1 Juta Ha

Selain lahan baku sawah, luas panen sawah juga mengalami penurunan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menggelar rapat terbatas terkait data lahan dan stok produksi beras di Indonesia pada Senin ini. Rapat tersebut antara lain dihadiri oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto.

Darmin mengatakan, secara spesifik rapat tersebut membahas mengenai ketersediaan lahan sawah untuk padi di Indonesia. Di mana sejak 2013 terjadi penurunan lahan baku sawah dari 7,75 juta hektare (ha) menjadi 7,1 juta ha di 2018.

"Lahan baku sawah itu disiapkan oleh BPS kerja sama dengan BIG dan Lapan. Hasilnya adalah kalau tahun 2013 bilang lahan baku sawah kita adalah 7,750, hasil pemotretan terakhir lahan baku sawah kita adalah 7,1 juta ha. Turun dari tadinya 7,750 menjadi 7,1. Data per sekarang," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Selain lahan baku sawah, luas panen sawah juga mengalami penurunan. Hasil perhitungan BPS dan BBPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) mencatat, luas panen tahun ini hanya sebesar 10,9 juta ha. Artinya lahan baku sebesar 7,1 juta ha hanya ditanami sebanyak 1,54 kali setahun.

"Hasilnya, dari 7,1 juta lahan baku itu, tahun ini luas panennya adalah 10,9 juta ha. Berarti kalau kamu bagi 10,9 dengan 7,1 dapatnya 1,54 artinya 54 persennya dari sawah ditanami dua kali tahun ini. 100 nya persen sekali," jelas Menko Darmin.

Adapun penurunan lahan baku sawah ini disebabkan oleh pembangunan perumahan dan pabrik yang semakin cepat setiap tahun.

"(Turun) karena berubah jadi rumah, jadi jalan, jadi pabrik. Namanya juga keperluan tanah itu macam-macam bukan hanya untuk sawah, orang perlu bikin jalan tol, perlu bikin perumahan real estate, perlu bikin apa lagi bikin pabrik, tidak bisa ditahan itu," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Petani dan Lahan Persawahan 'Menghilang' di Kota Malang

Petani di Kota Malang, Jawa Timur, satu per satu mulai berhenti menggarap lahan persawahan mereka. Lahan pertanian pun perlahan-lahan terus menyusut, lantaran sudah beralih fungsi.

Sekretaris Daerah Kota Malang, Wasto mengatakan, harus ada solusi terhadap berkurangnya lahan pertanian dan turunnya jumlah rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Hal agar tak berdampak pada ketahanan pangan di kota ini.

"Harus digali informasinya ke mana mereka yang selama ini bekerja di pertanian dan lahannya mulai hilang itu," kata Wasto di Malang, Rabu, 10 Oktober 2018. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, pada 2003 masih terdata 16.905 usaha rumah tangga pertanian. Hasil sensus pertanian pada 2013, hanya tersisa 6.058 usaha rumah tangga pertanian. Diyakini jumlahnya saat ini bisa terus berkurang jauh.

Data Dinas Pertanian, luas lahan pertanian di Kota Malang saat ini tersisa 821 hektare. Padahal, pada 2011 silam masih ada 1.300 hektare. Sedangkan, jumlah petani pemilik lahan dengan luas di bawah 2 hektare pemegang kartu dari Pemkot Malang, hanya sebanyak 533 petani.

Pemkot Malang bertanggung jawab mempertahankan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Bentuknya, membeli lahan pertanian warga yang hendak dialihfungsikan agar lahan pertanian tetap terjaga. Serta memberikan keringan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

"Ada keterbatasan anggaran, sehingga sulit membeli lahan pertanian warga yang mau diubah fungsinya," ujar Wasto.

Lain lagi dengan lahan pertanian yang berdiri di atas lahan milik Pemerintah Kota Malang. Pemkot lebih mudah mempertahankan asetnya tetap berfungsi sebagai sawah, tak akan dialihfungsikan untuk kepentingan pembangunan.

"Kalau aset pemerintah tentu tak diubah fungsinya, sesuai perencanaan tata ruang dan wilayah kota," ucap Wasto.