Sukses

Pengusaha Prediksi BI Naikkan Suku Bunga Acuan

Pengusaha memperkirakan BI kembali menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini dinilai wajar dengan melihat kondisi seperti saat ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha memperkirakan Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini dinilai wajar dengan melihat kondisi seperti saat ini.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani, mengatakan kenaikan suku bunga ini akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan para pelaku usaha.

"Kita sudah mempertimbangkan ini sejak lama, bahwa ini akan naik. Kita pun melihat tahun depan pun masih akan naik. Cost of fund kita pasti akan naik," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/10/2018).

Jika biaya ini naik, lanjut dia, perusahaan harus melakukan penyesuaian, seperti menaikkan harga produknya atau mengurangi keuntungan. Hal ini menjadi risiko yang harus ditanggung pelaku usaha.

"Kalau cost kita naik bagaimana menyiasatinya ya sebenarnya cuma tiga hal. Satu, kita pass on itu cost-nya kepada end user, kepada customer. Kedua kita cut margin kita. Ketiga, ya kombinasi dua itu tapi intinya kita sudah akan memasukkan faktor ini event untuk tahun depan," kata dia.

Rosan menuturkan, setiap perusahaan memiliki strategi sendiri dalam mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan ini. Namun, dia berharap kenaikan tersebut bisa membuat nilai tukar lebih stabil. 

"Ya setiap perushaan berbeda lah. Tapi  di satu sisi ada perushaan yang dengan kenaikan ini tidak ada kenaikan terlalu banyak, perusahaan-perusahaan seperti natural resources buat mereka sih happy-happy saja, ekspor, mata uang kita di level segini oke-oke saja," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Kata Ekonom soal Prediksi Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan atau 7-days reverse repo rate di posisi 5,75 persen.

BI menggelar rapat dewan gubernur pada 22-23 Oktober 2018. Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menuturkan BI akan pertahankan suku bunga acuan pada pertemuan Oktober 2018 ini. Hal itu dengan mempertimbangkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lebih stabil pada Oktober 2018 ketimbang September.

Selain itu, Indonesia alami deflasi dua kali pada Agustus dan September.Deflasi tercatat masing-masing 0,05 persen dan 0,18 persen. Tingkat inflasi tahunan kalender Januari hingga September sebesar 1,94 persen. Sementara jika, September 2017-September 2018 mencapai 2,88 persen.

“Hal itu jadi pertimbangan BI untuk pertahankan suku bunga acuan 5,75 persen,” kata Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Meski demikian, faktor risiko global juga diwaspadai oleh BI. Faktor global tersebut mulai dari perang dagang hingga rencana bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk kembali menaikkan suku bunga acuan.

Josua menuturkan, BI akan menaikkan lagi suku bunga acuan pada November 2018.”Kenaikan satu kali lagi suku bunga mengantisipasi kenaikan bunga the Fed pada Desember,” kata dia.

Josua menilai, momen yang tepat untuk menaikkan suku bunga acuan pada November 2018. Dengan pertimbangkan kondisi pasar. Selain itu, melihat bagaimana dampak kenaikan suku bunga acuan 1,5 persen untuk menekan defisit transaksi berjalan dan pengumuman Gross Domestic Product (GDP) kuartal III.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: