Liputan6.com, Jakarta Indonesia sedang panas beberapa pekan terakhir, tak hanya cuaca dan suasana politik saja yang panas melainkan juga kondisi nilai rupiah. Cuaca panas maklum terjadi karena memang puncak musim kemarau, begitu juga suhu politik terjadi karena negara ini sedang masa pileg dan pilpres. Namun, keadaan rupiah yang sulit diterima. Perang tarif antara dua negara besar AS dan China, krisis di negara Eropa dan kenaikan harga minyak dunia, jadi kita yang kena imbasnya.
Tercatat, nilai tukar rupiah pekan ini masih melemah terhadap Dollar Amerika. Sepanjang perdagangan hari Senin (22/10) - Kamis (25/10), rupiah bergerak di level Rp 15.170 - Rp 15.210 per Dolar AS dan belum ada tanda-tanda nyata bakal turun di bawah Rp 15.000 atau kembali pada kisaran aman Rp 14.000 - Rp 14.500. Tidak ada yang tahu kapan rupiah kita akan membaik lagi, apakah bulan depan atau bulan depannya lagi. Dan belum pernah ada cerita kalau rupiah setelah naik 1000 poin bakal turun di bawah 1000 poin.
Â
Advertisement
Selain membuat harga sembako naik, nilai tukar rupiah juga membuat IHSG naik-turun. Dalam kurun 20 hari perdagangan terakhir, IHSG masih mengalami 10 hari kenaikan dan 10 hari penurunan. Secara total, dalam kurun waktu tersebut IHSG juga minus --62,65 poin (-1,06%). Dan yang paling menyentuh masyarakat adalah suku bunga kredit yang mulai naik. Pikir-pikir kalau ingin ambil kredit.
Pertanyaannya sekarang, perlukah kita investasi? Ataukah harus menunggu sampai rupiah kita aman?
Perencana Keuangan, Safir Senduk mengatakan bahwa kalau masyarakat menunggu sampai rupiah membaik maka tidak akan pernah melakukan investasi.
"Bukan berarti Rupiah kita tidak akan pernah bisa jadi baik lagi, tapi ukuran ‘membaik’ tiap orang kan beda-beda, yang satu bilang: Rupiah baru bisa disebut membaik ketika harga dolar sudah Rp14.500 lagi, sementara yang lain bilang kalau harga dolar sudah Rp14.000. Tidak ada satu orang pun yang bisa meramal dengan pasti kapan rupiah kita akan baik lagi. Jadi maksud saya, kalau mau investasi ya investasi saja, tidak usah menunggu ketidakpastian yang ada di luar, karena yang namanya ketidakpastian itu ya pasti ada terus," kata Safir Senduk.
Dengan kondisi Rupiah seperti saat ini, Safir menyarankan agar masyarakat menunda dulu kegiatan yang melibatkan mata uang asing.
"Dengan Rupiah yang seperti sekarang, saran saya tunda saja. Liburan ke dalam negeri juga tidak apa-apa kok. Sering beli barang branded impor? Sekali-sekali mungkin oke. Tapi kalau sudah jadi kebiasaan tiap bulan, tunda dululah, pakai uangnya untuk investasi," tutur Safir.
Safir menjelaskan dengan menunda kegiatan yang melibatkan mata uang asing dan memindahkannya ke investasi, secara tidak langsung masyarakat juga ikut membantu penguatan kembali Rupiah.
Safir Senduk memaparkan setidaknya ada 3 peluang investasi dibalik gonjang-ganjing pelemahan rupiah saat ini;
1. Masuk ke Produk-produk Investasi Pendapatan Tetap
Â
Saat ini, Bank Indonesia sudah mulai menaikkan suku bunga untuk menjaga agresifitas kredit. Kenaikan suku bunga akan membuat uang Rupiah yang beredar di masyarakat akan menjadi lebih terkendali (baca: lebih sedikit), sehingga dengan persediaan uang Rupiah yang lebih sedikit di luaran, Rupiah jadi bisa naik lagi nilainya.
"Kenaikan suku bunga biasanya pelan-pelan akan diikuti juga oleh kenaikan suku bunga simpanan seperti Deposito dan Obligasi yang besar kemungkinan menawarkan kupon bunga yang juga lebih tinggi, seperti ORI 015 yang menawarkan Kupon Bunga 8,25% per tahun, beda jauh dengan ORI 014 tahun lalu yang menawarkan Kupon Bunga 5,85% per tahun," jelas Safir Senduk.
"Jadi, pertimbangkan untuk masuk ke produk-produk Pendapatan Tetap untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi, seperti Deposito, Obligasi, atau produk Manajemen Investasi yang mengandung Deposito dan
Obligasi seperti Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Pendapatan Tetap atau Unit Link Pendapatan Tetap," tambah Safir Senduk.
2. Beli Saham mumpung murah
Safir menyebutkan dibanding trading, sebaiknya Anda membeli saham dengan mengharapkan dividennya.
"Sebaiknya membeli saham yang berasal dari sektor-sektor yang tetap bagus prospeknya walaupun ekonomi sedang gonjang-ganjing, seperti sektor-sektor Barang Konsumsi, Infrastruktur dan Perbankan. Saat ini rata-rata harga Saham sedang lumayan murah karena sejak awal tahun hingga 14 September lalu, IHSG turun 6,6%. Jadi, pertimbangkan mulai beli Saham lagi mumpung sedang murah," kata Safir.
3. Tidak hanya Saham, tapi Reksa Dana Saham atau Unit Link Saham
Â
Dengan IHSG yang dari awal tahun sampai 14 September sudah turun 6,6%, akan berakibat pada koreksi Reksa Dana Saham sebesar -1,03% month on month kemarin. Dengan harga Reksa Dana Saham seperti ini, saatnya untuk Anda masuk.
"Pastikan dulu apa saja isi Saham pada Keranjang Saham mereka. Apakah sesuai dengan yang Anda inginkan atau tidak. Bahkan tidak hanya Reksa Daha Saham loh, Unit Link Saham juga bisa. Dan setelah Anda membelinya, saya sarankan sih jangan terlalu pusing untuk lihat turun naik harganya tiap hari. Percaya sama saya, kalau Anda terus lihat harga Reksa Dana Saham atau Unit Link Saham Anda tiap hari, Anda akan pusing sendiri dan rasanya ingin jual terus. Harga turun Anda mau cepat jual, harga naik Anda juga mau cepat jual," tutur Safir Senduk.
"Jadi boleh lihat harga Reksa Dana atau Unit Link Anda, tapi tidak usah sampai tiap hari. Lihat sekali seminggu atau sekali per dua minggu juga sudah cukup," tambah Safir.
Mudah-mudahan tips-tips tadi bisa membantu Anda untuk tetap berinvestasi di tengah keadaan Rupiah seperti sekarang. Gonjang-ganjing Rupiah? Siapa takut!
Â
(Adv)