Sukses

Surplus 2,85 Juta Ton, Bulog Petakan Daerah yang Kekurangan Beras

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengaku optimistis penyerapan beras ke depan akan lebih maksimal.

Liputan6.com, Bontang - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, produksi beras hingga September 2018 ini surplus 2,85 juta ton. Angka tersebut merupakan angka terbaru sekaligus angka valid sesuai dengan metode perhitungan kerangka sampel area (KSA).

Merespon laporan BPS itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengaku optimistis penyerapan beras ke depan akan lebih maksimal.

Ia pun berjanji akan memperkuat penyerapan beras dalam negeri. "Artinya kalau kita surplus, kita tidak perlu impor. Jadi besok kita bakal lebih kuatkan penyerapan dalam negeri ya kan?," jelas dia saat ditemui di Bontang, Kalimantan Timur,  Minggu malam (28/10/2018).

Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Buwas itu mengaku akan memetakan daerah-daerah di Indonesia yang kekurangan produksi beras. Hal itu guna mendistribusikan beras secara merata di wilayah-wilayah yang masih terbilang kurang.

"Nah, tinggal kita bertahap kita bikin zona di mana saja yang penghasil beras surplus. Surplus tersebut rencananya akan dipasok untuk daerah-daerah yang kurang memiliki stok beras," ujarnya.

Buwas menekankan, penyebaran merata untuk komoditas beras pun tak kalah penting dan akan terus didorong pendistribusiannya oleh Bulog kedepan.

"Nanti saya bikin zona, misal, Sumatera yang paling banyak itu Lampung, berarti Lampung untuk supply ke mana saja di daerah Sumatera. Ini yang belum surplus kita dorong, kita pusatkan di mana nih supaya penyebarannnya mudah," terang dia.

2 dari 2 halaman

Harga Beras Merangkak Naik, Pemerintah Perlu Pertimbangkan Impor

Harga beras medium mulai merangkak naik. Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi untuk impor mengingat beberapa daerah sentra produksi beras di Indonesia mengalami kekeringan. Kekeringan ini memengaruhi masa tanam dan pada akhirnya akan menyebabkan mundurnya musim panen.

Berdasarkan data BPS, pada bulan Juli 2018 harga beras medium berada di kisaran Rp 9.135. Angka ini naik pada Agustus 2018 menjadi Rp 9.198 dan naik lagi pada September 2018 menjadi Rp 9.310. Pergerakan harga yang menunjukkan peningkatan ini menandakan pasokan beras di pasar semakin berkurang.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, pemerintah harus memperkirakan waktu impor beras yang tepat. Melihat pergerakan harga beras yang terus meningkat, impor sebaiknya dilakukan sebelum Januari 2019. Pemerintah bisa belajar dari pengalaman impor di awal tahun ini.

“Pemerintah memutuskan untuk melakukan impor di Januari 2018, sekitar sebulan sebelum panen raya yang terjadi pada Februari 2018. Nyatanya proses pengiriman beras impor ke Indonesia memakan waktu dan berasnya sampai di waktu yang berdekatan dengan panen raya. Hal ini berakibat pada anjloknya harga beras dan meruginya petani,” terang Ilman dalam keterangan tertulis, Minggu (28/10/2018).

Dirilisnya data beras terbaru oleh BPS yang didapat melalui metode yang lebih akurat diharapkan dapat menjadi pertimbangan yang kuat dalam melakukan kegiatan impor. Melalui metode Kerangka Sampling Area, BPS merevisi luas lahan pertanian padi menjadi 7,1 juta hektare, dari yang sebelumnya sebesar 7,7 juta hektare dengan metode yang digunakan Kementerian Pertanian (Kementan).

Berdasarkan estimasi BPS, Indonesia mengalami surplus produksi beras sebear 2,85 juta ton. Jumlah ini jauh dibawah estimasi Kementan yaitu sebesar 16,31 juta ton. Mengingat keputusan impor harus dilakukan kalau stok di Bulog berada di bawah 1 juta ton, maka pemerintah perlu mempertimbangkan pembukaan keran impor beras di waktu mendatang karena jumlah stok surplus dan batas keputusan impor yang lebih kecil jaraknya dibandingkan estimasi Kementan sebelumnya.