Sukses

10 Persen Pembangkit Listrik pada Proyek 35.000 MW Telah Beroperasi

Kementerian ESDM melalui Ditjen Ketenagalistrikan juga telah meluncurkan peta jabatan sektor ketenagalistrikan.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menggenjot proyek kelistrikan sebesar 35.000 megawatt (MW). Hingga saat ini, 10 persen pembangunan pembangkit sudah memasuki tahap Commercial Operation Date (COD) atau operasi komersial.

"Update 35.000 MW yang sudah COD itu sekitar 10 persen," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy N Sommeng di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (29/10/2018).

Kemudian proyek pembangkit yang sedang berada di tahap konstruksi, sekitar 40 persen sampai 50 persen. "Under construction, beda-beda tuh ada PLTU, PLTG, dan sebagainya, bahkan EBT," jelas dia.

"Kemudian yang sudah kontrak tapi belum konstruksi itu sekitar 20-30 persen. Sisanya perencanaan cuma 10 persen. Kan kecil," imbuh dia.

Kementerian ESDM melalui Ditjen Ketenagalistrikan juga telah meluncurkan peta jabatan sektor ketenagalistrikan. Hal ini diharapkan dapat memperkuat SDM di sektor ketenagalistrikan, termasuk proyek 35.000 MW.

"Setidaknya kebutuhan akan sumber daya manusia cukup tinggi baik dari sisi pembangunannya, engineering procurement, sampai kepada operasi setelah operasi ada maintainance itu membutuhkan sumber daya manusia ketenalistrikan yang mumpuni. Di satu sisi tentu perkembangan teknologi digital," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Investasi Sektor Energi dan Tambang Tembus USD 15,2 Miliar

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi di sektor energi dan pertambangan mineral batubara (minerba) mencapai USD 15,2 miliar hingga kuartal ketiga 2018.

Menteri ESDM Ignasius Jonan merinci capaian tersebut, terdiri dari USD 8 miliar di sektor minyak dan gas bumi, USD 4,8 miliar di sektor ketenagalistrikan. Kemudian USD 1,6 miliar di sektor mineral dan batubara, dan USD 0,8 miliar di sektor energi baru, terbarukan, dan konservasi energi (EBTKE).

Untuk investasi pada sektor hulu migas, dipengaruhi harga minyak mentah dunia. "Refleksinya di tahun 2014-2015, begitu harga minyak turun di tahun 2016, dan 2017 naik lagi, kebutuhan investasinya mulai bangkit lagi, nantinya refleksinya di tahun 2019 atau 2020," kata Jonan di Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Menurut Jonan, investasi besar pada kegiatan pencarian migas (eksplorasi) bisa dilihat dari siklusnya. Bila dilakukan pada periode setelah harga minyak naik maka kegiatan tersebut mengalami kenaikan.

"Jadi ini tidak bisa, ini sering terlambat. Kalau lihat siklusnya itu semua investasi besar, eksplorasi terutama, itu dilakukan di periode di mana setelah harga minyak tinggi. Jadi karena tidak ada yang bisa memprediksi harga minyak berapa, ya kira-kira saja," papar Jonan.

Dia mengungkapkan, pemerintah telah mendapat komitmen untuk eksplorasi migas hingga USD 2 miliar. "Komitmen untuk eksplorasi sekarang sudah besar. Pemerintah mendapatkan komitmen eksplorasi dengan perpanjangan blok migas termasuk Blok Rokan dan blok lain kira-kira USD 2 miliar, ini seharusnya bisa digunakan untuk memicu eksplorasi," ujar Jonan.

Adapun angka investasi di sektor ketenagalistrikan menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan listrik. Saat ini investasi sektor kelistrikan‎ turun seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

Sebab itu, pembangunan pembangkit listrik yang termasuk dalam program 35 ribu MW akan diteruskan hingga tahun 2024-2025.

"Penggunaan listrik rata-rata setiap daerah sekitar 1,5 kali pertumbuhan ekonomi. Kalau misalnya pertumbuhan ekonomi 7 persen ya penggunaan listrik 10,5 persen, kalau (pertumbuhan ekonomi) 8 persen ya (penggunaan listrik) 12 persen, tetapi kalau pertumbuhan ekonomi 5 persen maksimum penggunaan listrik 7,5 persen. Kalau dibandingkan beda 3 persen, itu besar sekali. Kalau kapasitas terpasang 60 gigawatt, 3 persen itu 1.800 MW, besar sekali. Jadi ini kita geser sampai 2024 2025, jadi makanya setelah ini akan flat," dia menandaskan.

Video Terkini