Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meningkatkan pengawasan terhadap industri asuransi di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian gagal bayar klaim oleh asuransi.
Ketua Dewan Komisioner (OJK), Wimboh Santoso, menuturkan OJK akan meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan laporan terhadap perusahaan asuransi.
"Pengawasannya tentu akan kami perbaiki, seperti ketentuan-ketentuannya," kata Wimboh di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (29/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Wimboh mengatakan, nantinya pengawasan perusahaan asuransi ini akan mengadopsi pengawasan seperti perbankan sehingga lebih detail dan lebih jelas.Â
"Perbankan benchmark-nya perbankan. Kita akan awasi seperti perbankan," tegas Wimboh.
"Analisisnya harus lebih dalam. Laporannya harus kita review dan lebih sering. Kalau perlu kita (OJK) akan datangi lebih sering perusahaanya," tambah dia.Â
Diketahui, beberapa perusahaan asuransi di Indonesia memang pernah mengalami gagal bayar klaim. Misalnya asuransi badan usaha milik negara (BUMN) Asuransi Jiwasraya yang beberapa waktu lalu pembayaran klaimnya mandek. Selain itu, ada juga Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera yang macet dalam pembayaran klaim.Â
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Kata Pengamat soal Jiwasraya Tunda Bayar Polis Asuransi
Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini jadi pusat perhatian. Hal itu lantaran adanya keterlambatan polis asuransi JS Proteksi Plan milik perseroan yang jatuh tempo pada Oktober 2018.
Dikabarkan, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyatakan keterlambatan pembayaran polisnya kepada sejumlah mitra bancassurance. Hal itu dilayangkan dalam surat pada 10 Oktober 2018. Adapun nilainya diperkirakan Rp 802 miliar.
Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, menilai ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama kasus keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang jatuh tempo pada Oktober 2018.
Hal itu antara lain terjadinya terlalu agresifnya perseroan dalam investasi. Jiwasraya tercatat berinvestasi pada berbagai instrumen pasar modal seperti saham, reksa dana, obligasi, dan surat utang negara (SUN) untuk membayar manfaat polis yang jatuh tempo.
"Menurut saya ini kegagalan investasi Jiwasraya berinvestasi ke saham-saham hasil gorengan tapi ternyata ketika dicatatkan saham-saham itu jatuh," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat 12 Oktober 2018.
Pada 2017, Jiwasraya diketahui menempatkan dananya di reksa dana sebesar Rp 19,17 triliun, saham Rp 6,63 triliun, dan obligasi korporasi Rp 1,8 triliun. Selain itu, asuransi pelat merah itu juga berinvestasi di deposito berjangka Rp 4,33 triliun, tanah dan bangunan Rp 6,55 triliun.Â
Irvan menilai, yang terjadi di Jiwasraya saat ini adalah ketidakseimbangan aset dengan kewajiban (asset liabilities missmatched).Â
"Dalam hal terjadi tekanan likuiditas salah satu yang harus dilakukan ialah menjual instrumen investasi tersebut. Masalah yang timbul adalah saat ini nilai seluruh investasi itu sedang turun. Pertanyaannya, apakah direksi mau menjual untuk membayar manfaat polis yang jatuh tempo itu?" kata dia.
Irvan menyarankan, Jiwasraya seharusnya tetap menjual investasi tersebut karena hal ini menyangkut kepercayaan nasabah. Kendati demikian, ia pun menyadari, Â situasi ini akan berbenturan dengan protokol investasi yang harus dipatuhi.Â
"Jika tidak, maka terjadi penundaan pembayaran manfaat polis dengan alasan likuiditas. Sedangkan SUN sekarang sedang turun. Inilah missmatched antara kewajiban produk bancassurance yang umumnya jangka pendek dengan jangka waktu investasi yang lebih panjang," kata dia.
Jangka waktu penempatan investasi, lanjut dia, tentunya sudah diperhitungkan oleh manajemen Jiwasraya. Timbul masalah, ketika harga instrumen investasi tersebut sedang turun.Â
"Di sini dibutuhkan keahlian untuk mencari instrumen yang benar-benar tepat waktu dan tepat jumlah," ujar dia.
Irvan menambahkan, seharusnya sebelum berinvestasi, perusahaan menerapkan stress test sensivitas cash flow terhadap tekanan penebusan polis dibandingkan imbal hasil investasi.Â
Dugaan lain yang menimpa Asuransi Jiwasraya saat ini, kata dia, karena premi income yang anjlok. Sementara aliran dana kas tidak cukup untuk membayar klaim.Â
"Karena klaim sudah dicadangkan, seharusnya tinggal cairkan investasinya saja. Masalahnya bukan hanya sekedar mencairkan, tapi dengan mencairkan investasi mengakibatkan kerugian karena seluruh instrumen investasi sedang mengalami penurunan yang cukup besar," ujar dia.
Irvan pun berharap, manajemen Jiwasraya secepatnya mengatasi masalah ini. Lantaran, kasus tersebut akan berdampak signifikan terhadap industri asuransi terutama yang menjual produk-produk sejenis.
Â
 Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement