Sukses

Harga Minyak Turun Karena Rusia Terus Genjot Produksi

Harga minyak melemah setelah Rusia mengisyaratkan akan menjaga produksi pada level tinggi.

Liputan6.com, New York - Harga minyak melemah pada penutupan perdagangan hari Senin (Selasa pagi WIB) setelah Rusia mengisyaratkan akan menjaga produksi pada level tinggi dan  kekhawatiran lesunya ekonomi global akan berpengaruh terhadap permintaan minyak dunia.

Dilansir dari Reuters, Selasa (30/10/2018), harga minyak berjangka jenis Brent turun USD 28 sen menjadi USD 77,34 per barel. Begitu pula harga minyak AS yaitu West Texas Intermediate (WTI) turun USD 55 sen menjadi USD 67,04 per barel.

Brent yang menjadi patokan harga global tengah berada di jalur penurunan sekitar 6,6 persen sepanjang bulan ini. Harga minyak mentah AS berada di jalur turun sekitar 8,5 persen. Keduanya mencetak penurunan bulanan paling curam sejak Juli 2016.

Bahkan dengan sanksi AS terhadap ekspor Iran yang mulai berlaku pada 4 November, harga minyak telah jatuh sekitar USD 10 per barel sejak tertinggi empat tahun yang dicapai pada awal Oktober.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pada hari Sabtu tidak ada alasan bagi Rusia untuk membekukan atau memangkas tingkat produksi minyaknya, mencatat bahwa ada risiko pasar minyak global dapat menghadapi defisit.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang dipimpin Arab Saudi dan anggota non-OPEC Rusia, setuju pada bulan Juni untuk mengangkat pasokan minyak, tetapi OPEC kemudian mengisyaratkan pekan lalu bahwa mungkin harus menerapkan kembali pemangkasan produksi karena persediaan global meningkat.

"Ketika Rusia mulai berbicara tentang menjaga tingkat produksi di level tinggi dan bahkan kemungkinan mereka perlu meningkatkannya karena kemungkinan pasokan yang ketat, yang membawa pada beberapa tekanan jual," kata Gene McGillian, Direktur Riset Pasar Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

2 dari 2 halaman

Guncangan pasar saham

Komoditas industri seperti minyak mentah dan tembaga juga telah diguncang oleh kerugian besar dalam ekuitas global karena kekhawatiran atas pendapatan perusahaan, dan kekhawatiran atas dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dari meningkatnya ketegangan perdagangan AS-China serta dolar AS yang lebih kuat.

Indeks dolar AS juga naik, didukung oleh data belanja konsumen AS yang kuat. Penguatan dolar membuat komoditas yang dijual dalam dolar AS menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Di sisi penawaran, Iran telah mulai menjual minyak mentah ke perusahaan swasta melalui pertukaran domestik untuk pertama kalinya, situs berita Kementerian Perminyakan Iran melaporkan.

Dengan hanya beberapa hari sebelum sanksi AS terhadap Iran berlaku, tiga dari lima pelanggan utama Iran yaitu India, China, dan Turki menolak seruan Washington untuk mengakhiri pembelian minyak mentah, dengan alasan tidak ada pasokan yang cukup di seluruh dunia untuk menggantikannya, menurut sumber yang dekat dengan masalah ini.