Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh meningkat pada September 2018. Posisi M2 tercatat Rp 5.606,3 triliun atau tumbuh 6,7 persen (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,9Â persen (yoy).
Mengutip laporan BI, Rabu (31/10/2018), peningkatan pertumbuhan M2 didorong oleh komponen uang kuasi yang meningkat dari 5,2 persen (yoy) pada Agustus 2018 menjadi 6,3Â persen (yoy) pada September 2018. Akselerasi pertumbuhan M2 sedikit tertahan oleh perlambatan pertumbuhan komponen M1 sebesar 8,2Â persen (yoy) pada September 2018. Angka itu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6Â persen (yoy).
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, pertumbuhan M2 didorong oleh peningkatan aktiva dalam negeri bersih, terutama dari ekspansi operasi keuangan Pemerintah Pusat (Pempus) dan peningkatan pertumbuhan kredit. Aktiva dalam negeri bersih pada September 2018 tumbuh meningkat menjadi 11,0 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya 9 persen (yoy).
Peningkatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ekspansi operasi keuangan Pempus yang tercermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang tumbuh 4,5Â persen (yoy), berbalik arah dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi 2,8Â persen (yoy).
Sementara, kredit yang disalurkan perbankan pada September 2018 tercatat tumbuh 12,4Â persen (yoy) atau menjadi Rp 5.137,2 triliun. Namun, akselerasi pertumbuhan M2 tersebut tertahan oleh pertumbuhan aktiva luar negeri bersih yang tumbuh -3,9Â persen (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya sebesar -1,7persen (yoy).
Transmisi peningkatan suku bunga kebijakan Bank Indonesia terus belanjut. Pada September 2018, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami kenaikan, terutama pada tenor jangka pendek 1, 3 dan 6 bulan yang tercatat masing-masing sebesar 6,32 persen, 6,26 persen, dan 6,56 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,20 persen, 6,12 persen, dan 6,37persen.
Selanjutnya, kenaikan suku bunga simpanan berjangka tenor panjang 12 dan 24 bulan relatif lebih terbatas, dari masing-masing sebesar 6,24Â persen dan 6,76Â persen menjadi 6,25Â persen dan 6,80Â persen pada September 2018. Demikian halnya dengan rata-rata tertimbang suku bunga kredit yang meningkat terbatas sebesar 7 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 11,01Â persen pada September 2018.
BI Pastikan Likuiditas Perbankan Tak Ketat
Bank Indonesia (BI) menjamin kondisi likuiditas perbankan saat ini masih mencukupi. Hal itu dipastikan lewat operasi moneter dengan menyiapkan berbagai instrumen.
"BI memastikan bahwa kondisi likuiditas itu cukup secara total maupun per kelompok bank," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, seperti ditulis Sabtu, 27 Oktober 2018.
Saat ini, perbankan memang tengah dihadapkan likuiditas yang mengetat lantaran adanya kenaikan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebanyak 150 basis poin di 2018.
Meskipun begitu, menurut Perry, kenaikan suku bunga acuan bukan satu-satunya faktor utama mengetatnya likuiditas bank, melainkan faktor global juga menjadi pemicu.
"Kenaikkan suku bunga itu bukan faktor domestik. Faktor domestik untuk menurunkan current account defisit, tapi yang lain untuk menjaga daya tarik," jelas dia.
"Kami ingin memastikan agar ini tidak berdampak negatif ekonomi maupun stabilitas ekonomi di dalam negeri. BI selalu pantau, yang pasti sejauh ini likuiditas di pasar uang dan di perbankan itu cukup," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, BI akan melakukan operasi moneter untuk menjaga ketersediaan likuiditas, baik rupiah maupun valas. Selain itu, BI akan melakukan lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI).
"Ini sudah menjadi bagian dari operasi moneter, baik yang harian, mingguan, baik lelang SDBI, repo itu mengukur likuiditas di pasar uang. Nah, kalau pun ada, beberapa waktu itu ada mekanisme term repo, dan sejauh ini tidak banyak yang melakukan term repo," tandasnya.
Advertisement