Sukses

Kuartal III 2018, Pengusaha Pesimistis Berbisnis di RI

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan indeks tendensi bisnis pada kuartal III 2018 sebesar 108,05 atau lebih rendah pada kuartal II 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada kuartal III 2018, optimisme pelaku bisnis di Indonesia menurun.

Hal ini terlihat dari Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada kuartal III 2018 yang sebesar 108,05 atau lebih rendah dibandingkan kuartal II 2018 yang sebesar 112,82.

"Pada kuartal III 2018, ITB kita sebesar 108,05. Masih di atas 100, tapi kalau dibanding kuartal II angkanya lebih rendah. Sedikit pesimis tapi angkanya masih di atas 100," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Senin (5/11/2018).

Dia menuturkan, pesimisme ini masih akan terus berlanjut hingga kuartal IV 2018. Indeks tendensi bisnis pada periode tersebut sebesar 106,45. 

"Menurut persepsi businessman triwulan IV akan sebesar 106,45. Masih di atas 100 tapi sedikit pesimis karena angkanya lebih rendah dari triwulan II," ungkap dia.

Namun demikian, pada kuartal III, kondisi bisnis di Indonesia terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya komponen pendapatan usaha dengan nilai indeks 111,36, penggunaan kapasitas produksi dengan nilai indeks 110,80 dan rata-rata jumlah jam kerja dengan nilai indeks 102.

"Dari komponen pembentuk ITB, pendapatan usahanya masih bagus 111,36, kapasitas usaha 110,80 dan rata-rata jumlah jam kerja 102. Per sektor, ITB yang tumbuh tinggi adalah pengadaan listrik dan gas, administrasi pemerinahan, pertahanan dan jaminan sosial," ujar dia.

Sementara, Indeks Tendensi Konsumen (ITK) kuartal III 2018 sebesar 101,23. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 125,43. ITK pada kuartal IV 2018 diperkirakan sebesar 103,29 yang menunjukkan kondisi ekonomi dan optimisme konsumen akan meningkat pada kuartal IV 2018.

 

2 dari 2 halaman

Peringkat Kemudahan Berbisnis RI Turun ke Posisi 73

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) merilis laporan mengenai kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) 2019. Laporan ini merupakan peringkat kemudahan berbisnis dari 190 negara di dunia. 

Dalam laporan tersebut, skor Indonesia mengalami peningkatan skor kemudahan berbisnis. Tercatat, Indonesia mencatat skor EoDB di angka 67,96.

Angka tersebut naik 1,42 persen jika dibanding dengan tahun lalu yang tercatat 66,54. Namun meskipun skor Indonesia naik, peringkat RI turun ke posisi 73 dari sebelumnya di posisi 72. 

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Rodrigo A. Chaves menjelaskan, alasan peringkat Indonesia turun karena peningkatan skor kemudahan berbisnis Indonesia tak sebesar beberapa negara lain. 

Selain itu, jika dibandingkan dengan tahun lalu peningkatan skor Indonesia juga cukup rendah. Jika tahun lalu peningkatan skor mencapai 66 persen sedangkan di tahun ini hanya 1,42 persen saja. 

Namun, Rodrigo melanjutkan, Indonesia sebenarnya terus meningkatkan iklim usaha dan tengah berupaya mengurangi kesenjangan terhadap praktik terbaik global terkait meregulasi usaha keci dan menengah (UMKM) domestik.

"Negara ini mengambil manfaat dari peningkatan keterbukaan terhadap investor global, keterampilan, dan teknologi agar Iebih bersaing di pasar global,” tutur dia Kamis (1/11/2018).

Dalam laporan ini juga dinyatakan, indikator RI dalam mendapatkan pinjaman kini semakin membaik. Perbaikan ini membantu mengurangi ketimpangan informasi, meningkatkan akses kredit bagi perusahaan kecil, menurunkan suku bunga, meningkatkan disiplin peminjam, serta mendukung pengawasan bank dan pemantauan risiko kredit.

Kemudian pendaftaran properti menjadi Iebih mudah dengan mengurangi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sengketa tanah di pengadilan tingkat pertama. Transparansi pencatatan tanah juga telah membaik di Jakarta dan Surabaya.

"Nilai EoDB Indonesia yaitu ukuran mutlak kemajuan suatu negara menuju praktik terbaik global, naik menjadi 67,96 dari 66,54 pada tahun lalu, yang merupakan kenaikan di atas rata-rata global. Indonesia kini berada di peringkat 73 dunia dalam hal kemudahan melakukan usaha," ujar dia.

Sebagai hasil dari serangkaian reformasi terbaru, Indonesia dapat mengambil manfaat dari reformasi pada bidang-bidang di luar cakupan metodologi EoDB Grup Bank Dunia, yang mana sangat berpengaruh pada daya saing global.

Hal itu misalnya saja dengan menghilangkan batas kepemilikan saham asing, mengurangi tarif bea impor, dan menurunkan hambatan untuk mempekerjakan pekerja asing berketerampilan tinggi.

Untuk diketahui, berdasarkan EoDB Ranking 2019, Indonesia tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam di peringkat ke-69, Singapura posisi ke-2, Malaysia di posisi 15, dan Thailand yang menempati posisi ke-27.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: