Liputan6.com, Jakarta - Hingga 4 November 2018, Kementerian Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) melaporkan, total serapan anggaran di instansi ini tercatat masih di bawah 70 persen.Â
Namun begitu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono optimistis, serapan anggaran pihaknya akhir tahun dapat mencapai 93 persen. Sebab, kemajuan pengerjaan konstruksi yang dilakukan Kementerian PUPR kini telah menyentuh angka 80 persen.
"Sekarang 2018 progres serapan (anggaran) 68 persen, fisiknya 80 persen. Akhir Desember (2018) mungkin 93 persen bisa serapan," ujar dia di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan catatan Kementerian PUPR, dari total pagu anggaran 2018 yang senilai Rp 114,33 triliun, total realisasi tercapai ialah sebesar Rp 72,56 triliun atau 63,46 persen.
Adapun Direktorat Jenderal Bina Konstruksi tercatat melakukan realisasi penyerapan anggaran terbesar, yakni Rp 261,26 miliar dari total pagu Rp 338,71 miliar, atau sekitar 77,26 persen.
Sementara Direktorat Jenderal Bina Marga terhitung sebagai yang terendah, dengan realisasi Rp 27,04 triliun dari 45,77 triliun, atau sekitar 59,09 persen.
Basuki menyampaikan, serapan anggaran bukan merupakan tujuan utama, melainkan sebagai salah satu indikator kinerja. "Tujuannya adalah distribusikan yang ke daerah," tegasnya.
Dia pun menyatakan, jumlah realisasi fisik yang lebih tinggi dari serapan anggaran juga merupakan hal yang normal.Â
"Pasti ada retensi. Fisik 100 persen, pembayaran pasti ada tensi jaminan pemeliharaannya. Jadi sekitar 68 persen itu rata-rata, tapi prognosis ya 93 persen," ujar dia.
Sebagai perbandingan, realisasi anggaran Kementerian PUPR pada 2017 lalu terdata sebesar 91,24 persen dari total pagu Rp 106,25 triliun. Adapun realisasi pengerjaan konstruksi fisiknya mencapai 93,66 persen.
Â
Menteri PUPR: Bangun Infrastruktur untuk Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus Pemerintah tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing.
Akan tetapi, juga pemerataan hasil-hasil pembangunan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat.
"Apapun infrastruktur yang dibangun pasti untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sejak dari tahap perencanaan sampai program, orientasinya adalah manfaat pembangunan bagi masyarakat," kata Basuki dalam keterangan tertulis, Sabtu 3 November 2018.
Dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, diharapkan pembangunan infrastrukturdirasakan langsung manfaat ekonomi dan sosial secara merata di seluruh Indonesia.Â
Basuki memberikan contoh, di samping merenovasi bangunan inti di 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN), Kementerian PUPR juga akan melengkapi setiap PLBN, dengan bangunan pasar yang saat ini dalam tahap konstruksi.Â
"Pembangunan kawasan perbatasan bukan hanya untuk gagah-gagahan tetapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan dengan menciptakan embrio pusat pertumbuhan baru. Seperti di Skouw, transaksi yang dilakukan dengan warga Papua Nugini tidak hanya sekadar makanan kecil namun juga emas," terang Basuki.Â
Untuk mendukung pengembangan pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan, Kementerian PUPR juga terus menyelesaikan pembangunan jalan perbatasan.
Di NTT yang menjadi wilayah perbatasan RI-Timor Leste, telah dirampungkan jalan perbatasan sepanjang 176,2 km. Sementara, jalan perbatasan di Kalimantan dari panjang 1.906 km telah tembus 1.692 km. Di Papua, jalan perbatasan sudah tembus 909 km dari total 1.098 km. Â
 Basuki mengatakan, semua pembangunan tersebut bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memenuhi kebutuhan masyarakat hingga pulau terluar.Â
"Keputusan membangun infrastruktur oleh negara tidak hanya memperhatikan nilai ekonomis, tetapi juga harus juga bisa mempersatukan dan menciptakan keadilan sosial. Sehingga pembangunan tidak hanya berpusat di Jawa dan Sumatera," ujar dia.Â
Kementerian PUPR juga membangun jembatan gantung yang menghubungkan antardesa. Pada 2015, sebanyak 10 unit jembatan gantung, pada 2016 sebanyak 7 unit dan 2017 sebanyak 13 unit. Selanjutnya pada 2018 sebanyak 134 unit di beberapa wilayah di Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, Kementerian PUPR membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui program rumah khusus, bantuan stimulan rumah swadaya, rumah susun, dan PSU yang tersebar hingga ke wilayah terluar Indonesia.Â
Sebagai contoh, pembangunan rumah khusus yang dibangun bagi penduduk di Asmat, para pengungsi ex Timor Timur (Timtim) di Belu dan rumah nelayan di berbagai wilayah. (Yas)
Â
 Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement