Sukses

Menko Darmin Buka-bukaan soal Impor Jagung 100 Ribu Ton

Meskipun ada klaim produksi surplus namun kenyataannya harga di pasaran naik.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi perdebatan tentang impor jagung sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton pada akhir 2018. Perdebatan dipicu adanya klaim produksi jagung surplus 13 juta ton tahun ini.

Menurut Menko Darmin, impor jagung dilakukan atas permintaan Kementerian Pertanian (Kementan).

"Rapatnya saja dibuat karena permintaan Menteri Pertanian, surat usulannya juga Menteri Pertanian. Jangan mereka mulai membelok-belokan. Jadi sederhana saja," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/11/2018).

Dia mengatakan, meskipun ada klaim produksi surplus namun kenyataannya harga di pasaran naik. Hal ini kemudian memicu kegelisahan masyarakat yang mengancam akan melakukan demo.

"Begini, yang melakukan impor itu Mendag, tapi rekomendasinya itu Mentan. Walaupun mereka bilang produksinya surplus 13 juta ton, harganya naik. Harganya naik, banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Mentan bilang, minta diimpor deh. Berapa? 100.000 ton. Bikin surat dong, jangan nanti tiba-tiba enggak ngaku," jelas dia.

Lebih lanjut, Darmin menjelaskan, kebutuhan jagung baik produksi maupun untuk konsumsi adalah kewenangan Kementan. Jika ada kelebihan atau surplus mereka wajib mengetahui, begitu juga jika terjadi kekurangan pasokan jagung dalam negeri.

"Kalian tahu, produksi jagung itu kewenangan Mentan. Peternakan ayam termasuk petelur itu kewenangan Mentan. Mereka yang paling tahu, kalau dia usulkan ini perlu impor, kita juga tanya. katanya surplus?" ujarnya.

"Ya akhirnya kita tanya (Kementan), jawabannya tapi harganya naik. Ini ada surat-surat dari peternak macam macam. oke kalau begitu (impor). Kalau surplus itu besar sekali angkanya 13 juta, tapi buktinya harganya naik terus apa kesimpulannya? Kamu simpulkan sendiri," sambungnya.

Terkait sistem resi gudang yang disebut tidak cukup menampung beras, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, tak perlu mencari alasan lain. Intinya saat ini terjadi kekurangan pasokan yang menyebabkan harga naik.

"(Kekurangan resi gudang) Tidak ada, jangan nyalahkan yang lain. Kalau harga naik itu ada yang kurang. Sederhana saja," tandasnya.

Sebelumnya, Pemerintah akhirnya memutuskan untuk melakukan impor jagung pakan ternak sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton pada akhir tahun 2018. Hasil impor jagung ini dilakukan untuk menjaga kebutuhan para peternak mandiri.

Hal tersebut diputuskan usai pemerintah melangsungkan rapat koordinasi (rakor) terbatas yang dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (2/11).

Adapun sejumlah menteri yang hadir dalam rakor ini adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Selain itu hadir juga Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Budi Waseso, dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita mengatakan, keputusan impor jagung tersebut sudah disepakati oleh beberapa kementerian terkait. Mengenai skemanya nanti akan diserahkan melalui Perum Bulog.

"Artinya bulog ditugaskan menteri BUMN sudah seperti itu aturannya," kata Ketut saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta.

Ketut menyebut, keputusan impor jagung ini juga sebagai pertimbangan atas harga jagung yang saat ini kian melambung. Akbitanya sejumlah peternak pun banyak yang merasakan keberatan.

"Jagung kan mahal nih. Supaya biar terjangkau misalnya harganya sampai Rp 4.000 per kilogram kan sesuai HPP (Harga Pokok Penjualan) maka diintervensi," jelasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Pengamat: Impor Jagung Harus Dipercepat sebelum Masa Panen

Pengamat Pangan dan Pertanian Khudori menilai langkah impor jagung sebesar 50.000-100.000 ton yang dilakukan pemerintah merupakan satu hal yang baik dalam rangka mengontrol harga pakan ternak.

Namun begitu, ia mendesak upaya itu harus segera dilakukan sebelum memasuki masa panen dan menyebabkan produksi jagung dalam negeri jadi melimpah.

Khudori mengaku memahami maksud impor jagung sebagai usaha untuk mengakomodasi kebutuhan peternak, khususnya peternak kecil. Sebab, banyak peternak yang mengaku sulit mendapatkan stok jagung. Jika pun ada, lanjutnya, maka secara harga juga tinggi.

"Harga jagung impor pasti lebih murah. Jika jagung impor bisa didatangkan segera, dalam konteks kebutuhan peternak, ya kita perlu," ucap dia kepada Liputan6.com, Rabu (7/11/2018).

Namun demikian, dia menyayangkan inisiatif impor jagung oleh pemerintah yang dirasanya sedikit telat. "Itu bagus, tapi terus terang rada telat. Impor butuh waktu normal itu antara 2-3 bulan," jelasnya.

Sebab, ia melanjutkan, peternak jagung lokal pun dalam waktu dekat ini akan merayakan masa panen. "Sekitar akhir November ini mungkin bakal ada panen. Kalau itu benar, jadi enggak terlalu penting impor. Kecuali impor besok datang, itu bagus. Kalau benar akhir bulan dan akhir tahun kita panen dan itu cukup, impor bakal mubazir," dia menegaskan.

Lebih lanjut, Khudori juga turut menyoroti persoalan data produksi jagung dalam negeri yang terbilang masih ambigu. Dia menyarankan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk segera merilis data valid terbaru soal jagung.

"Yang kita tunggu follow up BPS soal data ini. Basic data sih, itu yang jadi persoalan. Soalnya ini masih basis data pakai metode lama," imbuh dia.