Sukses

Kisah Guru Honorer, dari Mengabdi 30 Tahun hingga Gaji Cuma Rp 160 Ribu

PGRI berharap niat baik dari pemerintah berupa kebijakan yang memperhatikan nasib para tenaga guru honorer.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI ), Didi Supriyadi, kembali mengangkat soal kesejahteraan tenaga guru honorer yang kurang mendapatkan perhatian Pemerintah.

"Kembali ke kesejahteraan guru, ini agak dilema juga bagi kami di guru karena sekian banyak guru honorer, sampai tiduran di depan Istana tapi tidak digubris, ada yang long march sampai Istana juga tidak diterima," kata dia, dalam diskusi bertajuk 'Vokasi dan Ironi Pendidikan di Era Milenial' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11/2018).

Ada banyak tenaga guru yang telah mengabdi sekian lama, tapi tak kunjung diangkat menjadi Pegawai negeri Sipil (PNS). Dia menyebutkan ada guru honorer yang kemudian pensiun dengan penghasilan yang tidak seberapa.

"Perlu diingat yang honor ini bukan 10 atau 20 tahun, ada yang sudah 30 tahun. Malah tadi pagi ada 1 orang guru yang pensiun guru honor, sudah umur 60 tahun. Gaji terakhirnya Rp 160 ribu per bulan," ungkapnya.

"Ironi tidak, di negara yang katanya gemah ripah loh jinawi, ada pekerja dan pekerjaannya itu di instansi pemerintah, Kemendikbud, di sekolah," lanjut dia.

Karena itu, dia mengharapkan ada niat baik dari pemerintah berupa kebijakan yang memperhatikan nasib para tenaga guru honorer.

"Sebetulnya problemnya mungkin orang tahu, tapi niatnya yang tidak ada. Good Will-nya itu yang kurang. Sebetulnya kalau niatnya ada, ini kan dari 2005," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Cara Menteri PANRB Selesaikan Masalah Tenaga Honorer

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menyatakan bahwa secara hukum permasalahan Tenaga Honorer Kategori 2 (THK 2) sudah selesai dan harus sudah diahiri pada 2014 sebagaimana diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012.

Namun demikian dalam realitanya masih ada persoalan khususnya bagi sekitar 439 ribu lebih THK 2 yang tidak lulus seleksi di tahun 2013. 

"Masalah honorer ini sudah mengemuka dari tahun 2004 dan pemerintah sudah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para honorer tersebut, baik Tenaga Honorer Kategori 1 maupun Tenaga Honorer Kategori 2," ungkap Syafruddin pada Jumat 2 November 2018.

Sampai 2014, pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih Tenaga Honorer Kategori 1 dan sekitar 200 ribu Tenaga Honorer Kategori 2 menjadi PNS. 

"Jadi apabila rujukannya hukum karena kita adalah negara hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai 2014 seiring dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta Tenaga Honorer Kategori 1 dan Tenaga Honorer Kategori 2 menjadi PNS," tegas dia.

Lebih lanjut diterangkan bahwa dampak dari kebijakan tersebut saat ini komposisi PNS didominasi oleh Eks Tenaga Honorer Kategori 1 dan Tenaga Honorer Kategori 2.

Dari 4,3 juta lebih PNS, sebesar 26 persen terdiri dari Eks Tenaga Honorer Kategori 1 dan Tenaga Honorer Kategori 2 yang sebagian besarnya diangkat  secara otomatis tanpa tes.

Namun demikian, disampaikan Menteri bahwa pemerintah tetap memberikan perhatian serius untuk mengurai dan menyelesaikan permasalahan honorer Eks Tenaga Honorer Kategori 2.

Ditekankan berkali-kali oleh mantan Wakapolri ini bahwa pemerintah sama sekali tidak menafikan jasa para tenaga honorer yang telah bekerja dan berkeringat selama ini.

Dalam penyelesaiannya, pemeritah harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan obyektif bangsa serta sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan skema penyelesaian sebagai berikut:

Pertama, Pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM ASN secara berkelanjutan yang saat ini raw input-nya 26  persen berasal dari tenaga honorer yang diangkat tanpa tes.

Kedua, Pemerintah memperhatikan peraturan perundangan yang saat ini berlaku, antara lain: UU ASN yang mensyaratkan usia maksimal 35 tahun, serta harus ada perencanaan kebutuhan dan harus melalui seleksi; UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan Guru minimal harus S1; dan UU Tenaga Kesehatan yang mensyaratkan tenaga kesehatan minimal harus D3.

Ketiga, dengan pertimbangan hal tersebut di atas, pemerintah bersama 8 (delapan) Komisi di DPR RI, telah menyepakati skema penyelesaian tenaga honorer Eks THK 2 sebagai berikut:

a. Bagi yang memenuhi persyaratan menjadi PNS, disediakan formasi khusus Eks THK 2 dalam seleksi pengadaan CPNS 2018.

b. Bagi yang tidak mememuhi persyaratan untuk menjadi PNS, namun memenuhi persyaratan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), akan diproses menjadi P3K (P3K adalah pegawai ASN).

c. Bagi yang tidak memenuhi persyaratan menjadi PNS dan P3K, namun daerahnya masih membutuhkan, yang bersangkutan tetap bekerja, dan daerah diwajibkan memberikan honor yang layak, minimal sama dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

Menteri PANRB menambahkan bahwa setelah selesai pengadaan CPNS 2018, Pemerintah akan segera memproses pengadaan P3K.

"Kami mohon pengertian dari semua pihak. Permasalahan honorer Eks THK 2 ini memang rumit dan kompleks, penyelesaiannya tidak seperti membalikan telapak tangan. Tapi pemerintah akan terus berupaya melakukan penyelesaian secara komprehensif tanpa memicu timbulnya permasalahan baru," kata dia. 

"Apalagi saat ini kita dihadapkan pada persaingan global di era industri 4.0 dan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik, strateginya pemerintah harus menyiapkan ASN yang berdaya saing tinggi," pungkas Syafruddin.

Â