Liputan6.com, Jakarta - Deputy Director for Vocational Alignment and Industrial Cooperation Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Saryadi Guyatno menjamin bahwa lulusan SMK siap untuk diterima di dunia industri.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah dan akan terus mendesain sistem pendidikan yang mampu menyiapkan para lulusan SMK untuk masuk ke dunia kerja.
"Cukup banyak. Banyak industri yang langsung menerima lulusan SMK. Bahkan kami ada program kelas industri, perusahaan buat kelas di industri," kata dia saat ditemui, di sela-sela diskusi bertajuk 'Vokasi dan Ironi Pendidikan di Era Milenial' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Kalau disebut lulusan SMK tidak siap pakai, mungkin ada, tapi yang baik juga banyak," lanjut Saryadi.
Saryadi mengatakan bahwa Kemendikbud pun telah membuka kesempatan bagi dunia usaha baik BUMN maupun swasta untuk masuk dan menjadi bagian dalam proses pembelajaran di SMK. Hal ini, tentu akan memperbesar kesempatan bagi lulusan SMK untuk diterima bekerja.
"Contoh Honda. Bengkelnya AHASS. Saya bisa pastikan mekaniknya anak-anak lulusan SMK. Karena kita ada kerja sama dengan Astra Honda Motor kelas khusus Honda. Semuanya distandardisasi. Lulus dari program itu, direkrut. Ada BUMN, ada PLN, ada PT KAI," tegas dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dunia Usaha Ramah Lulusan SMK
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI ), Didi Supriyadi mengharapkan pemerintah serius dalam menyiapkan dunia usaha yang ramah bagi lulusan SMK.
"Saya ingin menyampaikan ada hal-hal, jangan-jangan vokasinya sudah benar, jangan-jangan industrinya yang belum nyaman menerima vokasi," ujar dia.
Sebab, kata dia, lulusan SMK mungkin saja memiliki kualitas yang mumpuni di bidangnya. Mereka kemudian enggan memasuki dunia kerja karena iklim yang kurang nyaman.
"Mungkin orang yang lulus SMK, bekerja, sistem pekerjaannya yang membuat tidak nyaman. Misalkan hanya kontrak. Akhirnya kan perusahaan itu ah mendingan yang baru lagi, yang lama ganti, sebentar lagi ganti. Akhirnya nambah itu pengangguran," jelasnya.
"Begitu juga dengan pemagangan. Kalau dulu yang magang itu adalah anak-anak yang masih sekolah, belum lulus, magang. Sekarang yang sudah lulus juga magang. Kalau sudah lulus harusnya bukan magang lagi," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement