Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih akan kembali tersungkur hingga akhir tahun. Sentimen internal hingga eksternal berpotensi menggiring rupiah pada posisi 15.100 per dolar AS.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, rupiah akan menemukan titik barunya sampai akhir tahun ini. Rupiah diprediksi akan keluar dari asumsi pemerintah sebelumnya yakni dari posisi 15.000 per dolar AS menjadi 15.100 per dolar AS.
"Akhir tahun berpotensi menemukan titik baru di level 14.900-15.100. Masih sangat fluktuatif mencermati beberapa perkembangan global dan domestik," ucapnya kepada Liputan6.com, Senin (12/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, dari dalam negeri, lanjut dia, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) RI yang menembus 3,37 persen pada kuartal III dinilai melebihi dari ekspektasi pasar, sehingga mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Pelebaran CAD itu membuat permintaan dolar sampai akhir tahun terus meningkat, khususnya untuk membiayai impor di industri minyak dan gas (migas).
"Kondisi ekspor pun belum mampu tumbuh optimal terkendala oleh proteksi dagang CPO yang dilakukan India. Harga komoditas baik CPO maupun karet sampai akhir 2018 akan slowdown," jelas Bhima.
Meski demikian, menurutnya, efek pelebaran CAD tak hanya menimpa Indonesia semata. Beberapa negara emerging market lainnya seperti Argentina dan Turki turut merasakan dampak buruk pelebaran CAD di negara masing-masing.
"Jadi artinya memang secara umum kinerja fundamental ekonomi beberapa negara berkembang sedang kurang sehat. Ini diperkuat oleh laporan Moodys Investor Services pada 8 November lalu bahwa Turki dan Argentina akan menghadapi kontraksi yang dalam," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Capital Outflow
Bhima memperkirakan, pihak asing atau investor akan kembali keluar dari Indonesia atau bakal terjadi capital outflow dengan menjual bersih saham dari Indonesia. Itu disebabkan turunnya minat investor untuk masuk ke emerging market dalam waktu jangka pendek ini.
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah memaparkan, pelebaran CAD hingga melewati 3 persen itu menunjukkan persoalan struktural ekonomi Indonesia memang belum membaik. Ia memprediksi persoalan CAD masih akan menjadi tantangan hingga tahun depan nanti.
"Sedangkan dari disisi global, persoalan perang dagang juga masih begitu kuat. The fed juga diyakini masih akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir tahun ini. Jadi semuanya ini adalah sumber tekanan terhadap rupiah," tandas dia.
Advertisement