Liputan6.com, Shanghai - CEO Alibaba Group Daniel Zhang meyakini, peningkatan konsumsi masyarakat Tiongkok yang membuat raksasa e-commerce ini siap menghadapi gejolak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"Jika melihat di Alibaba, bisnis kami cukup kuat karena lingkungan untuk peningkatan konsumsi masih terjaga. Sekarang ekonomi China sedang bertransformasi dari ekspor-impor ke peningkatan konsumsi," ujar dia di Shanghai, Senin (12/11/2018).
Menurutnya, perekonomian negeri tirai bambu saat ini tengah bertransformasi dari ekspor-impor ke peningkatan konsumsi. Selain itu, transformasi ekonomi itu juga turut dibarengi dengan adanya transformasi digital.
Advertisement
"Kita memiliki dua efek yang akan menimbulkan banyak keuntungan. Hal itu yang menyebabkan Alibaba banyak berinvestasi di operating system untuk ambil bagian dari transformasi ini," sebutnya.
Sementara itu, Vice Chairman Alibaba Group Joe Tsai mengatakan, perekonomian China turut tertopang oleh adanya kenaikan masyarakat kelas menengah di Tiongkok.
Dia menyatakan, faktor itu turut menyebabkan Gross Domestic Product (GDP) per capita masyarakat China meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
"China terus berkembang secara konsisten selama 20 tahun terakhir. Pada 1999 ketika saya gabung di perusahaan ini, GDP per capita China USD 800 per orang. Sekarang, jadi USD 9 ribu per orang," jelasnya.
"Dan itu bakal sampai USD 20 ribu sampai 30 ribu di masa depan. Pastinya, itu terjadi," dia menambahkan.
Lebih lanjut, ia menilai, masyarakat perkotaan di China kini tengah memiliki ketertarikan pada suatu produk dan hal baru. Itu tercermin lewat geliat transaksi untuk produk-produk seperti kosmetik oleh warga China yang terhitung besar.
"Ketika Anda melihat peningkatan konsumsi warga China, saya pikir itu merupakan tren jangka panjang. Anda akan lihat, dampak konsumsi terhadap GDP akan semakin terus meningkat," tutur dia.
Alibaba: Transaksi Online di Indonesia Bisa Capai Rp 413 Triliun di 2018
Alibaba Group menilai, pertumbuhan bisnis di sektor e-commerce Indonesia sangatlah cepat. Hal ini disampaikan Vice Chairman Alibaba Group Joe Tsai, yang mengaku terkejut dengan perkembangan pesat pelaku usaha digital di Indonesia.
Dia memprediksi, total transaksi atau Gross Merchandise Volume (GMV) di pasar online Indonesia pada 2018 ini bisa mencapai USD 28 miliar, atau sekitar Rp 413 triliun.
"Tahun ini, kami berharap Indonesia bisa meraup total GMV sebesar USD 28 miliar yang berasal dari berbagai platform. Dalam hal ini, kita melihat adanya suatu tren yang penting dan menarik," ungkap dia di Shanghai, Senin (12/11/2018).
Sebagai contoh, ia menyebutkan, media sosial memiliki dampak yang begitu besar bagi masyarakat Indonesia.
Baca Juga
"Tapi sampai tahun ini hal itu belum begitu besar, lantaran beberapa platform e-commerce lokal sudah terlalu kuat. Misalnya Tokopedia, dimana kita punya investasi di sana," paparnya.
Oleh karenanya, Joe Tsai melanjutkan, Alibaba coba membangun kemitraan dengan beberapa pihak e-commerce besar di dalam negeri agar bisa masuk ke pasar Indonesia.
"Sekarang kami punya Lazada, yang sepenuhnya kami operasikan dan sangat bagus dalam hal bisnis B2C, khususnya logistik. Sementara dalam konteks C2C, kita bermitra dengan Tokopedia," ucapnya.
"Sedangkan untuk Alipay, kami juga punya partner yang tempo hari sudah meluncurkan mobile wallet, DANA," dia menambahkan.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, Alibaba pun telah coba bernegosiasi dengan Bank Indonesia agar Alipay bisa digunakan sebagai alat transaksi perdagangan di Indonesia.
"Kami juga akan mulai berpartner dengan Bank Indonesia, soalnya pelaku usaha lokal berdiri di bawah payung mereka. Dengan bermitra bersamanya, Alipay punya kesempatan masuk ke merchant-merchant mereka," tutur dia.
Advertisement