Sukses

OJK Tegaskan Tak Bisa Atur Bunga Pinjaman Online

Prioritas OJK adalah memastikan perusahaan fintech mewajibkan keterbukaan informasi terhadap calon peminjam.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku tidak bisa mengintervensi besaran bunga pinjaman online (peer to peer lending). Hal ini sekaligus menjawab banyaknya keluhan mengenai besaran bunga yang dikenakan perusahaan peminjaman online.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan terkait dengan P2P lending, prioritas OJK adalah memastikan perusahaan fintech mewajibkan keterbukaan informasi terhadap calon peminjam sehingga dapat menilai tingkat risiko peminjaman dan menentukan besaran bunga.

"Tingkat bunga di P2P lending ini sifatnya antara kedua belah pihak. Jadi OJK tidak bisa intervensi harus besarannya sekian layaknya perbankan," kata Nurhaida di Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Dengan adanya keterbukaan informasi seperti yang diatur OJK dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, diharapkan kedua belah pihak harus saling memahami resikonya.

Mengenai pelanggaran yang dilakukan perusahaan pemberi pinjaman online, Nurhaida mengatakan, hal ini harus dilihat terlebih dahulu apakah perusahaan tersebut terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK atau tidak.

Apabila perusahaan tersebut terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK dan kedapatan melakukan pelanggaran, maka OJK bisa memberikan sanksi sesuai aturan yang ada.

"Kita lihat dari ketentuannya, tingkat sanksinya ada bermacam-macam. Misalnya diberikan peringatan dan paling terakhir dicabut izinnya," tambah Nurhaida.

Sementara itu, apabila perusahaan tersebut tidak terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK, ia menyebutkan ada Satgas Waspada Investasi yang merupakan gabungan dari sejumlah instansi dan juga pihak kepolisian, untuk menertibkan perusahaan pemberi pinjaman online yang nakal tersebut. 

2 dari 2 halaman

Startup Fintech Bisa Kena Sanksi Jika Salah Gunakan Data Pengguna

Maraknya financial technology (fintech) atau pinjaman online memudahkan masyarakat untuk mendapatkan dana segar.

Meski begitu, bukan berarti kemudahan tersebut tidak disertai persoalan. Ada dugaan bahwa fintech  abal-abal telah menyalahgunakan persetujuan saat menginstal aplikasinya untuk mengakses seluruh daftar kontak pengguna.

Imbasnya adalah bentuk penagihan yang dilakukan dengan mengancam hingga memberikan notifikasi adanya hutang pihak terkait kepada seluruh daftar kontak pengguna yang dimiliki. Jika hal ini benar, maka telah melanggar aturan.

"Kalau fintech  ini aturan bisnis ada di OJK. Tetapi, teknisnya ada di kami. Sesuai aturan UU ITE, penyalahgunaan data bisa kena sanksi. Setahu saya OJK sudah keluarin aturan jangan menyalahgunakan data pengguna," kata Dirjen Aplikasi dan Informatika (APTIKA), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan kepada Merdeka, Jumat (9/11/2018).

Meski begitu, kejadian itu banyak dilakukan oleh pelaku kredit online yang belum terdaftar di OJK.

Terkait hal ini, pria yang akrab disapa Semmy tersebut, mengungkap kalau Kemkominfo telah memblokir 669 platform investasi bodong sejak 2012.

Maka itu, ia berharap agar masyarakat bisa lebih berhati-hati dengan platform semacam ini. Apalagi tak terdaftar di OJK.

"Jika pemberi pinjaman online tidak terdaftar di OJK, maka dia tidak dinaungi oleh OJK dan aturan terkait pinjam meminjam secara online tersebut. Jadi, jangan download aplikasi yang gak ada izinnya," tutup Semmy.

Â