Sukses

5 Cara Kenali Fintech Ilegal yang Suka Meneror

Ciri pertama, pengelola atau direksi fintech ilegal sengaja menyamarkan identitas diri dan alamat.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi tips cara mengetahui perusahaan financial technology berbasis pinjam meminjam atau fintech peer to peer lending yang ilegal.

Seperti diketahui, saat ini banyak keluhan debitur fintech terjerat bunga tinggi hingga teror terhadap pihak ketiga yang berada di daftar kontak telepon genggam nasabah.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengungkapkan setidaknya ada 5 tanda fintech ilegal dan bermasalah.

Ciri pertama, pengelola atau direksi sengaja menyamarkan identitas diri dan alamat.

"Sehingga kalau seseorang ingin melaporkan atau menyampaikan gugatan ke polisi mencari alamat orang ini tidak akan pernah ketemu. Jadi mereka memang sejak awal mendirikan fintech lending ilegal ini memang sudah diniatkan untuk menyamarkan segala identitasnya," kata dia saat ditemui di Fintech Center, Jakarta (13/11/2018).

Ciri kedua adalah syarat peminjaman yang sangat mudah sehingga menggiurkan banyak calon korban.

"Mereka ketika memberi pinjaman itu sangat mudah, begitu anda mengisi syarat seperti data KTP langsung dicairkan, gampang kan? kalau anda enggak bayar anda diteror nanti," tutur dia. 

Sementara jika fintech lending legal tidak semudah. Calon debitur yang mengajukan pinjaman akan seleksi secara detail seperti pekerjaan, slip gaji dan lainnya. 

Kemudian ciri ketiga fintech ilegal membebankan bunga dengan hitungan per hari diakumulasi dan tanpa batas. Sementara kalau legal ada batasnya yaitu 90 hari.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ciri Selanjutnya

Selanjutnya ciri keempat aplikasi meminta izin akses hingga data phonebook dan data-data pribadi sejak awal diinstal.

"Sehingga ketika Anda gagal bayar itulah yang digunakan oleh fintech lending ilegal untuk meneror. Nah ketika Anda diteror and merasa diteror anda melapor ke polisi susah kondisinya mencari orang ini karena alamatnya tidak jelas," ujarnya.

Terakhir, ciri kelima adalah menggunakan data di phonebook nasabah untuk melakukan teror.

"Sementara kalau legal dilarang akses phonebook atau gambar-gambar pribadi dengan alasan hukum. Kemudian ketika menagih ada code of conduct yang hanya boleh di jam kerja, enggak boleh jam 12 malam," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com