Sukses

Petani dan Nelayan Harus Manfaatkan Teknologi untuk Bisa Perbaiki Hidup

Bambang Brodjonegoro mengaku prihatin dengan kondisi rumah tangga nelayan dan petani, yang dianggapnya ironis dengan kondisi Indonesia sebagai berlimpah kekayaan sumber daya alam.

Liputan6.com, Jakarta Menteri PPN atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai kondisi petani dan nelayan Indonesia yang mayoritas masih hidup di bawah garis kemiskinan harus dibantu. Caranya dengan memberikan peluang petani dan nelayan mempelajari penggunaan teknologi terkini, khususnya internet.

"Tentunya nelayan kita harus dibantu dengan teknologi. Pertama, tentunya akses kepada internet. Dengan akses internet, dia bisa mempelajari bagaimana menangkap ikan yang benar dengan teknologi yang ramah lingkungan," ujar dia di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Sebelumnya, Bambang Brodjonegoro mengaku prihatin dengan kondisi rumah tangga dua profesi kerja tersebut, yang dianggapnya ironis dengan kondisi Indonesia sebagai berlimpah kekayaan sumber daya alam.

"Yang ironis di Indonesia adalah kita tahu Indonesia tak hanya subur (tanahnya), tapi jenis pertaniannya terdiversifikasi dengan baik. Tapi siapa kelompok paling miskin? Dua, petani sama nelayan. Ini selalu yang paling ironis di Indonesia," keluhnya beberapa waktu lalu.

Oleh karenanya, ia mengajukan solusi kepada pelaku industri, dalam hal ini kelautan dan perikanan, untuk mulai meninggalkan konteks tradisional dan fokus kepada teknologi agar mampu menciptakan nilai tambah seraya menghasilkan lapangan kerja yang banyak.

"Saya yakin, dengan pendekatan teknologi apalagi teknologi informasi yang makin bagus, harusnya kesiapan nelayan atau petani itu akan cepat membaik," gumam dia.

2 dari 2 halaman

RI Negara Maritim, Kenapa 48 Persen Nelayan Miskin?

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, keprihatinannya pada kondisi nelayan di Indonesia. Ia melihat petani dan nelayan masih miskin di Indonesia, padahal Indonesia adalah negara maritim dan memiliki kekayaan yang subur.

"Yang ironis di Indonesia adalah kita tahu Indonesia tak hanya subur tapi jenis pertaniannya terdiversifikasi dengan baik tapi siapa kelompok paling miskin? Dua: petani sama nelayan masyarakat. Ini selalu yang paling ironis di Indonesia," ucap Bambang di diskusi  Sumbang Pemikiran Kadin untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Rabu (14/11/2018) di Jakarta.

Solusi yang diajukan Bambang kepada pelaku industri, dalam hal ini kelautan dan perikanan, adalah mulai meninggalkan konteks tradisional dan fokus pada teknologi agar industri perikanan menciptakan ekspor besar dengan nilai tambah, serta menghasilkan lapangan kerja yang banyak.

Namun, ia mengingatkan agar Indonesia tidak bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA). "Jangan sampai Indonesia ke depan adalah sangat tergantung dengan SDA. Kita harus bisa diversifikasi, dan diversifikasi yang terbaik adalah nilai tambah. Di mana? Di sektor manufaktur dan jasa," ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Rokhmin Dahuri menjelaskan nelayan berada di angka 20 hingga 48 persen dan 10-30 persen pembudidaya masih miskin. 

"Dari data BPS, nelayan miskin itu 20 persen, kalau dari standar miskin Bank Dunia, memakai USD 2,5  per hari, itu yang miskin masih 48 persen," tutur dia.

Ia pun menerangkan, hal itu tak terlepas dari rendahnya pemakaian teknologi dan sebagian besar usaha kelautan dan perikanan dilakukan secara tradisional.

Sebagai contoh, 625.633 unit kapal ikan, hanya 3.811 unit (0,6 persen) yang tergolong modern dan dari 380 ribu ha tambak udang, hanya 10 persen yang modern, kemudian dari 60.885 Unit Pengolahan Ikan hanya 178 (1,2 persen) yang modern.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono menjabarkan gagasan dalam draft awal Rancangan Teknokratik Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2020-2024. Dalam kategori kesejahteraan, tertulis program penigkatan SDM dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kualitas sumber daya.

Â