Sukses

Realisasi PNBP Sektor Minerba Capai Rp 41,77 Triliun per 16 November

Penerimaan Negara Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor mineral dan batu bara (minerba) per 16 November 2018 melampaui target yang ditetapkan Rp 32,1 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mencatat Penerimaan Negara Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor mineral dan batu bara (minerba) per 16 November 2018 mencapai Rp 41,77 triliun.

Angka ini melampaui target dari yang ditetapkan sebesar Rp 32,1 triliun. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono memaparkan, komposisi penerimaan minerba 2018 tersebut berasal dari royalti, penjualan hasil tambang serta iuran tetap.

Besarannya untuk royalti mencapai sekitar Rp 24,5 triliun, penjualan hasil tambang sekitar Rp 16 triliun serta iuran tetap sekitar Rp 0,5 triliun. 

"Dengan realisasi tersebut kira-kira sampai akhir tahun, dari minerba diproyeksikan PNBP kurang lebih sebesar Rp 43 triliun," kata Bambang dalam acara sosialisasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Bambang menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir, komposisi PNBP minerba terus meningkat. Pada 2015, PNBP Minerba sebesar Rp 29,6 triliun, tahun berikutnya sebesar Rp 27,2 triliun, dan pada 2017 mencapai Rp 40,6 triliun.

"Intinya penerimaan negara pasti lebih baik. Pendapatan terbesar di minerba itu batubara. Batu bara selain royalti ada pendapatan hasil tambang besarnya 13,5 persen dari komposisi penerimaan minerba," ujar dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Cegah Kecurangan, Kemenkeu Sosialisasikan Aturan Baru PNBP

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali melakukan sosialisai Undang-Undang (UU) Nomor 9 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Aturan ini lebih tegas mengatur mengenai objek, tata cara pengenaan tarif dan sanksi apabila terdapat kecurangan dalam pembayaran PNBP.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto, menyampaikan bahwa setelah melalui proses panjang UU Nomor 9 Tahun 2018 akhirnya bisa ditetapkan oleh pemerintah. Aturan ini pun sebagai pengganti UU Nomor 20 Tahun 1997 yang telah berlaku selama 21 tahun.

"Dalam aturan PNBP ini telah banyak mengatur hal baru mulai dari aspek tata kelola, peningkatan kualitas instasnsti pemungut PNBP, kualitas perencanaan, dan kualitas verifikasi," katanya dalam Sosialisasi Undang Undang PNBP, di Kantornya, Rabu (21/11/2018).

Saat ini kontribusi penerimaan PNBP telah menjadi andalan pemerintah dalam meningkatkan kemandirian bangsa. Sebab kontribusi terhadap penerimaan negara dinilai juga cukup besar.

Di tempat yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengakui dalam penetapan Undang-Undang PNBP yang baru ini memang disiapkan sejak lama. Sebab cakupan dalam sektornya sendiri cukup luas, sehingga memerlukan kajian yang cukup mendalam.

"Maka perlu sekarang ini ada semacam revitalisasi PNBP. Meskipun Undang-Undang sejak Juli, tapi saya yakin banyak yang belum ngerti. Esensinya apa? Kami ingin bisa melihat sesuatu penerimaan negara bukan pajak, kontribusinya sebesar 25,4 persen dari penerimaan negara," katanya.

Mardiasmo menambahkan, dalam PNBP ini dikelompokan menjadi enam klaster. Adapun keenam bagian tersebut antara lain, pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana serta hak negara lainnya.

Untuk diketahui, PNBP sendiri adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan hak yang diperloleh negara.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme Aggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â